GoHappyLive.com, JAKARTA- Harus diakui, social media kini membawa atmosfer perubahan dalam kehidupan masyarakat , mengubah perilaku dan minat sehingga menimbulkan tuntutan dan tren baru sekaligus membawa evolusi di berbagai bidang industri. Bahkan saat ini revolusi industri 4.0 turut menyeret industri estetika memasuki Beauty 4.0.
Apa itu beauty 4.0? Founder dan President Director Miracle Aestetic Clinic Group, dr Lanny Juniarti, Dipl. AAAM mengatakan seperti halnya revolusi industri berkembang dan mengalami perubahan dari industri 1.0 menuju 4.0.
“Dulu konsep perawatan focus hanya pada 1 dimensi saja, dmana dokter menggunakan apa yang disebut golden ratio. Dan dari sudut pandang dokterlah yang menentukan perawatan yang terbaik bagi pelanggan. 20 tahun lalu, pasien datang ke klinik, menyerahkan semua pada dokter. Saat kita tanya seperti apa konsep cantik menurut dia, mereka bilang ‘ terserah dokter saja saya mau diapakan. Manut aja,” ungkap dr. Lanny, dalam acara Aesthetic Outlook 2019: The Turn- around paradigm of Beauty 4.0 di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, awal pekan lalu.
Memasuki era Beauty 2.0, pasien mulai berani menyampaikan versi cantiknya pada dokter. Mereka menginginkan tampilan wajah dengan perfect look namun tetap memiliki keaslian, versi terbaik dari dirinya atau tidak menjadi diri orang lain.
Sebagai seorang ahli di bidang estetik, tentu dokter harus dapat menyarankan perawatan apa yang tepat , untuk memenuhi apa yang menjadi keinginan klien, dengan tetap memiliki kekhasan tampilan wajahnya, menjadi versi terbaik dari dirinya.
“Sementara di era Beauty 3.0 tuntutan masyarakat kian berkembang. Mereka tidak hanya sekedar ingin menyempurnakan tampilan wajahnya namun perawatan kecantikan yang dilakukan dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka,” papar dr. Lanny.
Saat ini industri kecantikan telah memasuki era Beauty 4.0 yang sangat dipengaruhi digitalisasi. Media social tidak saja menciptakan social network, tapi juga memunculkan social beauty.
Dimana media social bukan saja sebagai tempat ajang eksis dan aktualisasi diri, lebih jauh dari itu media social menjadi sarana kebebasan berekspressi, menyuarakan opini, aspirasi, komentar dan kritik. Eksistensi diri seseorang di media social dapat menimbulkan dampak yang positif tapi sekaligus menuai banyak kritik dan menimbulkan haters.
Hal yang sama tidak dapat dihindari di social beauty, penampilan seseorang dapat menjadi pujian, sindiran, atau bahkan menjadi hujatan. Pada akhirnya hal inilah yang membuat terbentuknya tuntutan baru di dunia estetika.
“Pada era beauty 4.0 tantangan dokter kecantikan jauh lebih besar lagi. Bagaimana kita menyempurnakan tampilan wajah sesuai versi terbaiknya, namun tetap terlihat natural, sehingga dapat menimbulkan rasa percaya diri dan memberi dampak positif bagi mereka saat berinteraksi dengan orang lain. Hasil perawatan yang kita lakukan harus dapat memberikan kualitas kehidupan yang lebih baik bagi kehidupan social mereka,” pungkas dr. Lanny.