GoHappyLive.com, JAKARTA — Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YNSB),Aliansi Kebangsaan dan Forum Komunikasi Purnawirawan dan Putra-putri TNI-polri membukukan materi dalam diskusi panel serial (DPS) yang digelar sepanjang April 2017 – Desember 2018.
Sepanjang 1,5 tahun itu ketiga lembaga ini berhasil menggelar 40 kali sesi diskusi panel dengan mendatangkan sebanyak 80 narasumber yang kemudian mengisi buku bertema “Menggalang Ketahanan Nasional untuk Menjamin Kelangsungan Hidup Bangsa”.
Buku setebal 270 halaman itu diberi judul “Menggalang Ketahanan Nasional dengan Paradigma Pancasila”.
Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Pontjo Sutowo membeberkan buku ini akan diluncurkan pada Sabtu , 7/3 mendatang di Hotel Sultan.
Namun sebelumnya buku ini telah dibedah pada kegiatan bedah buku bertema “Aktualisasi Menggalang Ketahanan Nasional untuk Menjamin Kelangsungan Hidup Bangsa”.
Hadir para pakar sebagai narasumber seperti Letjen (Purn) Kiki Syahnakri, Laksanakan Muda (Purn) Robert Mangindaan, dan lain sebagainya.
“Ada 80 narasumber yang materinya terangkum dalam buku ini. Para narasumber ini dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan pengalaman empirik. Selain itu, menampung pula buah pikiran aspiratif para peserta diskusi yang hadir,” jelas Pontjo.
Pontjo sejenak mengutip istilah Extra ecclesiam nulla Pancasila yang berarti tidak ada kebenaran dalam ber-Indonesia kecuali dengan berpancasila.
“Jika Pancasila tidak dijadikan sumber ber-Indonesia, kita akan jauh dari cita-cita bernegara,” papar pria yang juga merupakan Ketua Aliansi Kebangsaan, dalam konferensi pers bertema ‘Hakekat Ancaman Nir-Militer, Partisipasi Masyarakat, dan Konstitusi’, Rabu, 3/3 di Jakarta.
Pentingnya kedudukan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu diingatkan kembali. Terlebih dalam beberapa bulan ke depan, Indonesia berulang tahun yang ke-75.
Ini menjadi cukup strategis agar masyarakat Indonesia, khususnya para pemimpin di negari ini kembali ke nilai-nilai Pancasila.
“Ancaman ketahanan nasional yang dihadapi Indonesia saat ini berbeda jauh dengan bentuk ancaman pada 75 tahun lalu. Tetapi sayangnya, bentuk pertahanan nasional yang dibangun sebagian besar masih terjebak dengan bentuk konflik militer,” lanjut Pontjo.
Sedangkan Moderator tetap pada Diskusi Panel Serial Ketahanan Nasional, Prof. Dr. Laode Masihu Kamaludin mengatakan, sistem ketahanan nasional akan menjadi penentu seberapa lama Indonesia bisa bertahan.
Dia pun memberi contoh Majapahit bisa bertahan hingga 200 tahun, dan Kerajaan Sriwijaya juga 200 tahun.
Setidaknya ada tiga unsur yang menjadi penentu apakah satu negara akan runtuh atau tetap bertahan. Ketiganya yakni menyangkut miss manajemen (tata kelola negara yang salah), serangan atau ancaman dari luar, dan masalah ketidakadilan.
“Pada abad pertengahan, masalah pemungutan pajak berlebihan telah menjadi pemicu runtuhnya banyak negara di dunia. Negara-negara besar di dunia menempatkan inovasi sebagai basis dari pengembangan industri. Tetapi Indonesia masih lebih kepada menjadi pembeli atau pengguna teknologi. Indikasinya, inovasi tidak banyak muncul pada industry kita,” ungkap Laode, yang didampingi Wisnubroto (Ketua YNSB sekaligus Ketua Penyelenggara Diskusi Panel Serias Tanas), dan Nurrachman Oerip (Ketua SC DPS Tanas).
Laode berharap banyak pada buku Menggalang Ketahanan Nasional dengan paradigma Pancasila menjadi acuan bagi semua pihak untuk kembali kepada cita-cita besar bangsa Indonesia.
“Cita-cita besar yang termaktub dalam lima butir sila Pancasila tersebut harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan sebaik-baiknya Diharapkan menjadi sumber referensi bagi pemerintah, akademisi dan berbagai pihak yang membutuhkan informasi lengkap terkait ketahanan nasional Indonesia, sekaligus menjadi rujukan kebijakan pemerintah. Masa lalu, saat ini, dan yang akan datang pada hakekatnya proses perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang sifatnya berkesinambungan meskipun tidak selamanya berjalan linier,” ucap Laode mengingatkan.
Pontjo Sutowo juga menyoroti rendahnya penguasaan Indonesia terhadap teknologi. Sehingga menjadikan Indonesia belum menjadi negara maju secara ekonomi. Padahal, jika perekonomian Indonesia ingin maju, maka kuncinya dengan menguasai teknologi.
Tiga unsur yang menjadi penentu apakah satu negara akan runtuh atau tetap bertahan. Ketiganya yakni menyangkut miss manajemen (tata kelola negara yang salah), serangan atau ancaman dari luar, dan masalah ketidakadilan.
“Negara yang tidak menguasai teknologi, ya akan kedodoran ekonominya. Kalau kita ingin perbaiki ekonomi, maka perbaiki penguasaan teknologi.Soal teknologi pangan, misalnya, Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara lain. Untuk soal pangan, Indonesia lebih suka melakukan impor. Teknologi tidak selalu berkaitan dengan manufaktur, pesawat atau mobil. Penguasaan teknologi pangan dan energi dirasa cukup membawa Indonesia menjadi negara maju secara ekonomi,” kata Pontjo.
Dia berharap pemerintah dapat menyiapkan SDM-SDM untuk penguasaan teknologi.
“Teknologi pangan dan energi kita kuasai. Menyiapkan orang untuk menguasai teknologi. Bukan hanya sekadar bagi-bagi buku saja,” pungkasnya.