“Rejuvinasi” Kaulinan Barudak: Upaya Mengembalikan Kemampuan Kognitif dan Sosial Anak dari Adiksi Game Online

WanitaIndonesianews.com, JAKARTA- Maraknya kecanduan game  online pada anak menggelitik tiga peneliti dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta (FBS-UNJ) dan Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon melakukan penelitian terhadap permainan anak tradisional (kaulinan barudak) dengan iringan kakawihan (lagu tradisional).

 

 

Hasilnya cukup  mencengangkan, permainan tersebut terbukti mampu meningkatkan kemampuan kognitif dan penyerapan nilai kearifan lokal silih asah, silih asih, dan silih asuh pada anak.

Penelitian tersebut melibatkan 30 siswa kelas IV SD Labschool Cibubur . Mereka tampak antusias saat dilibatkan sebagai partisipan penelitian oleh pengajar Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Jakarta (FBS-UNJ), 19 Agustus lalu.

Alih-alih serius belajar bahasa Sunda yang sehari-hari tidak mereka pergunakan dalam interaksi dan pergaulan di wilayah Kabupaten Bekasi, selama dua jam pelajaran itu mereka diajarkan dan diajak melakukan aktivitas seru berupa kaulinan barudak alias permainan tradisional khas Sunda.

Ada tiga macam permainan tradisional yang diajarkan olah para peneliti yaitu “Perepet Jengkol”, “Ayang-ayang Gung” dan “Prang-Pring Enggrang Batok Kelapa”.

Penelitian skema produk kreatif FBS UNJ ini mengambil tema “Implementasi Perkembangan Permainan Anak Sunda untuk Meningkatkan Nilai Kearifan Lokal di SD Labschool Cibubur”. Penelitian diketuai Auliya Ayu Annisa, M.Pd (Ayu), dan beranggotakan Dra. Lucy Maritati Nasution, M.Pd dengan afiliasi Universitas Negeri Jakarta, serta Faisal Rahmat Permana dengan afiliasi Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon. Dalam implementasinya, mereka juga dibantu dua mahasiswa Pendidikan Musik dari UNJ yakni Denita Anjani Putri dan Grace Maria.

Sementara dari SD Labschool Cibubur, mereka menggandeng Ade Sundara, S.Pd, guru Mata Pelajaran Bahasa Sunda. SD Labschool Cibubur merupakan jaringan sekolah yang berada di bawah naungan Yayasan Pembina-Universitas Negeri Jakarta (YP-UNJ).

Seru yang Mudah Dinikmati Anak-anak

Permainan “Perepet Jengkol” dimainkan oleh tiga orang anak yang berdiri saling membelakangi sambil berpegangan tangan. Setiap pemain kemudian mengaitkan salah satu kakinya dari arah belakang. Setelah kaitan kaki kokoh, para pemain kemudian meloncat ke kiri atau ke kanan dengan arah yang disesuaikan dengan kesepakatan para pemain.

Implementasi kaulinan barudak pérépét jéngkol (foto dok)

Yang seru, saat para pemain saling melompat mereka melantunkan kakawihan (lagu tradisional Sunda) dengan lirik sebagai berikut :

Pérépét jéngkol jajahean

Kadempet kohkol jejeretean

Eh jaja eh jaja eh jaja eh jaja

Semakin lama dimainkan, tempo lagu itu dibuat semakin cepat. Pemain yang tidak kuat menahan kakinya dan terjatuh berarti kalah. Sementara pemain yang bertahan, akan melanjutkan permainan sampai tersisa satu orang saja. Dia yang mampu bertahan sampai akhir, itulah pemenangnya. Seru, dan anak-anak terlihat betah memainkannya kendati badan harus bersimbah keringat di siang hari dalam ruang kelas yang tertutup.

Permainan ini serupa dengan “Dhingklik Oglak-Aglik” di Jawa Tengah. Selain seru, permainan tradisional tersebut mengandung banyak nilai penting yang bisa diserap anak-anak, antara lain melatih kekompakan, melatih ketahanan dan keseimbangan tubuh, serta kepemimpinan.

Sementara Ayang-Ayang Gung merupakan salah satu kakawihan yang biasa dinyanyikan oleh anak-anak sebelum bermain “ucing kuriling” atau “ucing peungpeun”. Dalam permainan ini, setiap pemain meletakkan tangan ke atas pundak temannya (ayang-ayangan), berbaris sejajar kemudian saling berangkulan sambil menyanyikan lagu Ayang-Ayang Gung.

Lagunya di bawah ini:

Ayang-ayanggung,

gung goongna ramé,

ménak Ki Mas Tanu,

nu jadi wadana,

naha manéh kitu,

tukang olo-olo,

loba anu giruk,

ruket jeung Kumpeni,

niat jadi pangkat,

katon kagoréngan,

ngantos Kangjeng Dalem,

lempa lempi lempong

jalan ka Batawi ngemplong.

Kakawihan ini memiliki makna filosofi yang dalam dengan keunikan khas karena suku kata terakhir dalam lirik-lirik kalimatnya kemudian menjadi awal suku kata selanjutnya. Beberapa budayawan Sunda memperkirakan, pencipta kakawihan tersebut di masa lalu adalah seorang yang memiliki kemampuan sastra dan intelektual yang kuat. Apalagi jika dikaitkan dengan liriknya yang sarat kritik sosial. Yakni tentang seorang menak (bangsawan) yang haus kekuasaan, sampai harus menjilat pemerintahan penjajah (kompeni) dan berkhianat kepada rakyat dan bangsanya.

 

Implementasi kaulinan barudak ucing kuriling dengan kakawihan ayang-ayang gung (foto dok)

Permainan lain yang diajarkan oleh para peneliti FBS UNJ kepada Siswa-Siswa SD Labschool Cibubur adalah enggrang dengan batok kelapa. Permainan tersebut asalnya dimainkan tanpa iringan musik, namun dalam penelitian ini Ayu dkk berinisiatif memasukkan kakawihan berjudul “Prang Pring” sebagai penyegaran (rejuvinasi). Dalam pengembangan ini, pemain melangkahkan kakinya yang beralaskan enggrang batok kelapa sambil menyanyikan dan mengikuti birama kakawihan Prang-Pring sebagai berikut:

 

Prang-pring

Sabulu-bulu gading

Saunda-unda pérang

Nya pérang di pangadegang

 

Turumé puyuh

Hayam jago babaranten

Dikencréng-kencréng kucubung

Kucubung kuruwék dugel

Mana dugel ka si muntel

Telur jalu

Kembang kuménggér géyé !

 

Implementasi perkembangan kaulinan barudak prang pring (foto dok)

Sekalipun agak lebih sulit daripada ketika dilakukan tanpa iringan kakawihan Prang-pring, anak-anak terlihat mampu dan senang melakukan permainan enggrang tersebut. Penambahan aspek ritmis melalui birama kawih Prang Pring, jelas Ayu, merupakan pengembangan untuk mengolah dan meningkatkan kemampuan kognitif kepada anak.

Aura, salah satu siswa yang diwawancara mengaku senang ketika memainkan enggrang, namun permainan favoritnya adalah Ayang-ayang Gung. Saat ditanya perasaannya, ia menjawab ingin melakukannya lagi di rumah bersama dengan teman-temannya. Ia juga mengatakan, merasa semakin akrab dengan teman-temannya karena dalam permainan itu mereka banyak berinteraksi fisik seperti bergandengan, saling mengaitkan kaki, dan berpelukan. Apalagi mereka juga harus bisa bekerjasama secara kompak dan mematuhi aba-aba temannya yang bertindak sebagai pemimpin agar permainan tidak cepat berakhir.

Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Nilai Asah Asih Asuh

“Meski terkesan sederhana, kami para peneliti merasa penelitian ini telah berjalan sesuai dengan tujuan awal. Anak-anak yang menjadi partisipan benar-benar terlihat happy, tidak ada yang mengeluh capai walaupun siang-siang harus berkeringat di dalam kelas,” ujar Ayu.

Secara keseluruhan, melalui mix method sequential exploratory yang dilakukan, para peneliti berkesimpulan permainan tradisional anak terbukti mampu dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan sosial anak, serta dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak yang dicapai dengan mengolah ritmik permainan anak. Dari kuisioner yang dibagikan, para peneliti juga mendapatkan bahwa ketiga jenis permainan tersebut mampu meningkatkan nilai kearifan lokal silih asah, silih asih dan silih asuh (saling asah, saling asih dan saling asuh) kepada para partisipan.

Saling asah mengacu pada kerjasama saling memperbaiki kemampuan dan potensi diri. Saling asih merujuk pada empati dan kepedulian sosial. Sedangkan saling asuh menggambarkan sikap untuk saling membantu dan mendukung perkembangan sesama pemain. Ketiga nilai mulia itu merupakan bagian dari konsep pandangam hidup orang Sunda yang memiliki pesan tersirat dalam menumbuhkan persatuan dan kesatuan kepada para pemain.

Ayu memaparkan, penelitian ini bertujuan untuk memberikan alternatif kegiatan kepada anak-anak jaman sekarang agar tidak terpaku kepada permainan online yang nyaris tanpa nilai dan hubungan sosial dengan sebayanya. Ia prihatin dengan maraknya permainan game online yang bersifat adiktif dan bisa berpengaruh kepada penurunan prestasi akademik, penarikan diri dari kehidupan sosial dan berperilaku agresif.

“Melalui permainan anak seperti ini, anak jadi belajar menaati aturan permainan dengan menyenangkan, belajar bergotong- royong untuk menjalankan permainan, dan kemampuan kognitif mereka pun diasah melalui pengolahan ritmik dalam permainan. Secara praktis, kami berharap hal ini dapat berimplikasi pada peningkatan prestasi akademik anak di sekolah,” pungkas Ayu yang saat ini tengah menunggu sidang terbuka untuk mendapatkan gelar doktor dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.