Pita Putih Indonesia Ajak Semua Pihak Perhatikan Dampak Perubahan Iklim Pada Perempuan Dan Anak

WanitaIndonesianews.com, JAKARTA–Dampak perubahan iklim semakin nyata terlihat. Dari pengamatan 116 stasiun BMKG tahun 2023 diketahui bahwa di sejumlah wilayah di Indonesia telah terjadi kenaikan suhu yang cukup ekstrem menjadi 35 derajat celcius pada bulan-bulan tertentu. Dampak perubahan iklim juga diikuti  terjadinya  krisis pangan, kesehatan dan sanitasi, air bersih, bencana alam hingga migrasi dan konflik sosial.

Hal ini mengemuka dalam pada saat seminar Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan Ibu dan Anak yang digelar oleh Pita Putih Indonesia pada Selasa , 10 Desember 2024.

Ketua Umum Pita Putih Indonesia Dr Ir Giwo Rubianto Wiyogo mengatakan kaum perempuan dan anak adalah kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.

“Dibutuhkan gerakan bersama yang melibatkan semua komponen masyarakat untuk mengatasi dampak perubahan iklim tersebut. Dampak perubahan iklim yang dirasakan oleh perempuan dan anak mulai dari krisis pangan, kesehatan dan sanitasi, air bersih, bencana alam hingga migrasi dan konflik sosial,” papar Giwo Rubianto.

Sejumlah  narasumber hadir pada kegiatan seminar  ini, antara lain dr. M. Baharuddin SpOG, MARS, dari Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan, Siswanto, Peneliti BMKG Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, Nizar Manarul dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan Ketua Pelaksana Harian PPI, dr Heru Kasidi.

Giwo menjelaskan  saat ini pemerintah tidak dapat bergerak sendiri. Dengan  adanya aksi nyata, diharapkan dapat menekan perubahan iklim.

PPI berkomitmen untuk melakukan tindakan nyata di lapangan yang dapat memberikan dampak nyata bagi perempuan dan anak.

“Gerakan kami bertujuan untuk menciptakan karya nyata yang dapat memberikan multiplier effect, mengurangi dampak penyakit terhadap perempuan dan anak, serta mendukung tumbuh kembang anak. Kami berharap upaya ini dapat berkontribusi dalam menciptakan anak-anak yang berkualitas untuk menghadapi Indonesia emas 2045,”  papar Giwo.

Dari data Badan Kesehatan Dunia (WHO) perubahan iklim diperkirakan akan menyebabkan sekitar 250.000 kematian tambahan per tahun pada tahun 2030–2050.

“Kematian ini terutama disebabkan oleh mal nutrisi (kekurangan gizi), malaria, diare, stress, peningkatan suhu dan lainnya. Kami mengajak pemerintah, masyarakat, jurnalis, media, dan legislatif untuk melihat langsung ke lapangan dan menyaksikan dampak perubahan iklim, khususnya di daerah pesisir. Ayo kita bergerak memuliakan perempuan dan anak terutama dalam menghadapi  dampak perubahan iklim ini” ujarnya.

Agen Perubahan Proaktif
Sedangkan Ketua Pelaksana Harian PPI, dr. Heru Kasidi mengatakan berdasarkan laporan Intergovernment Panel on Climate Change (IPCC) yang diterbitkan pada 2022, kenaikan suhu telah berpengaruh pada endokrin, yakni sistem kelenjar yang memproduksi dan melepaskan hormon ke dalam aliran darah untuk mengontrol berbagai fungsi tubuh.

Dalam hal ini kaum muda bisa bersiap untuk menjadi agen perubahan proaktif dalam melindungi lingkungan.

“Melalui upaya kolektif, kita dapat mengurangi dampak perubahan iklim dan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan untuk generasi mendatang,” katanya.

Analis muda, Nizar Manarul dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam paparannya mengatakan bahwa aktivitas manusia dalam 100 tahun terakhir ini telah memberikan dampak besar pada perubahan iklim secara global.

Sebagai contoh , telah terjadi peningkatan suhu bumi sekaligus memicu fenomena gelombang panas di sejumlah negara. Terutama  di Kawasan Asia dan Amerika Serikat termasuk Arab Saudi.

“Kenaikan suhu global memang akan tetap terjadi, namun mestinya hanya mencapai 1,5 derajat celcius pada 2035. Sayangnya pada 2024 kenaikan suhu global sudah mencapai 1,4 derajat celcius. Artinya tinggal 0,1 derajat celcius laku kenaikan suhu global yang harus kita kendalikan sampai 2035,” jelas Nizar.

“Di Indonesia dampak perubahan iklim semakin nyata terlihat. Dari pengamatan 116 stasiun BMKG tahun 2023 diketahui bahwa di sejumlah wilayah di Indonesia telah terjadi kenaikan suhu yang cukup ekstrem menjadi 35 derajat celcius pada bulan-bulan tertentu. Padahal suhu rata-rata di Indonesia adalah 27,2 derajat celcius. Suhu udara tahun 2023 ini tertinggi kedua setelah tahun 2016,” paparnya.

Ditambahkan, tahun 2023 dan 2024 menjadi tahun-tahun terpanas sepanjang sejarah. Diprediksi tahun depan suhu Indonesia dan negara-negara di sekitar ekuator lainnya juga akan lebih panas dibandingkan dengan 2023 dan 2024.