Eksekusi Rumah Mewah di Permata Hijau Ricuh, Pemilik Gugat Keadilan

Wanitaindonesianews.com, JAKARTA‐-Proses eksekusi sebuah rumah mewah di Permata Hijau 2 Blok 8P, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, berlangsung ricuh pada 11 Februari 2025. Pemilik rumah, Miswarini Ismael, bersama tim kuasa hukumnya, berusaha mempertahankan properti tersebut saat juru sita dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membacakan putusan eksekusi.

Meskipun demikian, pengosongan tetap dilakukan dengan melibatkan belasan pekerja dan tujuh truk untuk mengangkut barang-barang dari dalam rumah.

Miswarini, seorang pengusaha UMKM di Tanah Abang, mengaku terkejut dengan keputusan eksekusi tersebut. Menurutnya, perkara ini masih dalam proses hukum dan belum memiliki kekuatan hukum tetap. “Kami masih berperkara di PN Jakarta Selatan dengan nomor perkara 1250/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL dan 32/Pdt.Bth/2025/PN JKT.SEL. Perkaranya belum inkrah, tetapi eksekusi tetap dilakukan,” ujarnya.

Permasalahan ini bermula dari kredit macet yang dialami Miswarini di sebuah bank swasta yang berkantor pusat di Kuningan, Jakarta. Ia mengungkapkan bahwa sejak 2020, akibat dampak pandemi Covid-19, ia mengalami kesulitan membayar pinjaman pokok sebesar Rp4,6 miliar. Kini, utangnya membengkak hingga lebih dari Rp8 miliar, meskipun dirinya telah melakukan enam kali pembayaran.

Melalui kuasa hukumnya, Miswarini telah berupaya melakukan mediasi dengan pihak bank. Pada 6 Februari 2025, mediasi di PN Jakarta Selatan dilakukan dengan itikad baik untuk melunasi pinjaman pokok sebesar Rp4 miliar. Namun, menurutnya, bank menolak tawaran tersebut dan tetap menuntut pembayaran penuh beserta denda yang telah menumpuk.

Tak lama setelah mediasi, pada 20 Januari 2025, PN Jakarta Selatan menerbitkan surat perintah eksekusi. Miswarini baru menerima surat tersebut pada 30 Januari 2025, hanya beberapa hari sebelum pelaksanaan eksekusi. “Saya sudah berusaha melakukan pembayaran, tapi pihak bank menolak. Mereka tetap bersikeras mengeksekusi rumah saya meskipun perkara ini masih berjalan di pengadilan,” keluhnya.

Di lokasi eksekusi, tim juru sita yang bertugas enggan memberikan keterangan lebih lanjut mengenai proses hukum yang berlangsung. Sementara itu, tim kuasa hukum Miswarini, yang terdiri dari Robi Anugrah Marpaung, S.H., M.H., Nizar, S.H., M.H., Hj. Marlina Tamimi, S.E., S.H., M.H., Aris Fadhillah Lubis, S.H., M.H., dan Tezar, S.H., M.H., berupaya menghalau aparat agar eksekusi tidak dilakukan, namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil.

Miswarini kini berencana menempuh jalur hukum lebih lanjut untuk mencari keadilan. Ia berharap pemerintah, termasuk DPR RI dan Presiden Prabowo Subianto, dapat membantunya dalam menegakkan hukum yang adil.

“Saya hanya ingin keadilan. Saya sudah menunjukkan niat baik untuk membayar, tetapi mereka tetap memaksakan eksekusi padahal perkara ini belum inkrah. Saya mohon kepada Presiden Prabowo untuk membantu kami rakyat kecil yang mencari keadilan,” tuturnya.

Kasus ini menjadi sorotan publik dan memunculkan pertanyaan mengenai perlindungan hukum bagi debitur yang masih dalam proses penyelesaian sengketa. Sejumlah pihak mendesak adanya transparansi dalam proses eksekusi serta perlindungan hukum yang lebih kuat bagi pemilik rumah yang masih menjalani proses peradilan.