8 Komitmen Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia, Salah satunya Edukasi Tentang Hak dan Kewajiban Pasien

Wanitaindonesianews.com, JAKARTA – Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia
(MHKI) berkomitmen mengembangkan system hukum kesehatan yang lebih baik di Indonesia. Komitmen ini tidak terlepas karena masih minimnya pengetahuan masyarakat terkait hukum kesehatan di negara kita.

Hal tersebut disampaikan Dr. dr. Efrila, SH, MH usai pelantikan dirinya sebagai Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) bersama jajaran Dewan Pengurus Pusat (DPP) periode 2024-2027 di Gedung Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Jakarta pada Minggu, 23 Februari 2025 .

Dihadapan wartawan, Efrila mengatakan bahwa sejak awal berdiri, MHKI ingin mengembangkan system hukum kesehatan di Indonesia. Baik melalui jalur formal maupun jalur non formal.

“Jalur formal kita lakukan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang ada di Indonesia,” ujarnya.

“Kita ingin mengenalkan masyarakat tentang hukum kesehatan. Sejauh ini masyarakat kita belum banyak yang tahu hukum kesehatan itu apa, dimana dan sebatas apa. Padahal dalam hukum kesehatan ada hak dan kewajiban masyarakat, ada juga hak dan kewajiban para pemberi layanan kesehatan baik dokter, atau tenaga kesehatan lain,” papar Efrila.

Pada acara pelantikan sekaligus digelar kegiatan seminar nasional bertema “Eksistensi Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia dalam Dinamika dan Pengembangan Hukum Kesehatan Indonesia di Era Digital” .

Sejumlah tokoh penting tampak hadir, antara lain Wakil Ketua DPR RI sekaligus Dewan Penasehat DPP MHKI, DR. Saan Mustofa, M, Dirjen AHU Kementerian Hukum, perwakilan dari Kementerian Informasi dan Digital RI (Komdigi RI) Ajeng Risda; serta Dewan Pakar dan Pendiri MHKI DR. Dr. M. Nasser.

Selain itu, turut hadir para perwakilan organisasi profesi seperti PB IDI, PB PDGI, PP IBI, PP PPNI, PB IAI, PP Persagi, ARSSI, ARSADA, serta rekan-rekan media.

Efrila sendiri terpilih melalui Kongres ke-6 MHKI yang berlangsung di Palembang pada Desember 2024.

Ia didampingi tiga wakil ketua umum yakni Dr. dr. Beni Satria, SH, MH, MKes, dr Zaaenal Abidin, SH, MH, dam Dr. Wahyu Andrianto, SH, MH. Selain itu duduk sebagai Sekjen dr Nirwan Satria Sp.An dan Elza Gustanti, SH S.Si, Apt. MH sebagai bendahara umum.

Efrila kembali menjelaskan terdapat 8 komitmen utama MHKI periode 2024-2027, yaitu:

Pertama, mengawal regulasi hukum kesehatan yang responsive.
Upaya ini dilakukan dengan cara mendorong regulasi yang adaptif terhadap perkembangan teknologi dan kebutuhan tenaga kesehatan, serta mengusulkan kebijakan hukum kesehatan yang berlandaskan keadilan dan kepastian hukum.

Kedua, memperkuat sinergi dengan organisasi profesi dan
pemangku kepentingan. Upaya ini dilakukan dengan cara menjalin kolaborasi aktif dengan organisasi profesi, pemerintah, dan lembaga terkait dan menghadirkan dialog yang konstruktif dalam penyusunan kebijakan hukum kesehatan.

Ketiga, mengedepankan advokasi dan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan dan pasien. Upaya ini dilakukan dengan cara memberikan pendampingan hukum bagi tenaga medis yang menghadapi permasalahan hukum dan memastikan hak-hak tenaga kesehatan dan pasien dilindungi sesuai regulasi.

Keempat, mengembangkan literasi hukum kesehatan di era digital. Upaya ini dilakukan dengan cara meningkatkan pemahaman hukum kesehatan melalui edukasi dan sosialisasi digital dan memanfaatkan teknologi informasi dalam meningkatkan kesadaran hukum di kalangan tenaga kesehatan dan masyarakat luas.

Komitmen kelima adalah mendorong inovasi dalam sistem hukum kesehatan. Upaya ini dilakukan dengan cara menyesuaikan kebijakan hukum dengan perkembangan teknologi medis terkini dan mengembangkan kajian akademis dan penelitian hukum kesehatan untuk memperkaya regulasi di bidang ini.

Kemudian komitmen keenam adalah memperkuat kehadiran MHKI di kancah nasional dan internasional. Upaya ini dilakukan dengan cara menjalin kerja sama dengan lembaga hukum dan kesehatan di tingkat global serta menjadi representasi kredibel dalam forum nasional dan internasional untuk kebijakan hukum kesehatan.

Komitmen ketujuh adalah membangun Pusat Kajian dan Database Hukum Kesehatan. Komitmen ini dilakukan antara lain dengan mengembangkan pusat informasi yang dapat diakses oleh tenaga medis, akademisi, dan masyarakat umum serta menciptakan sistem yang dapat memberikan solusi berbasis data dalam berbagai aspek hukum kesehatan.

Dan komitmen kedelapan adalah mengadvokasi regulasi yang menjaga keamanan data kesehatan. Dalam hal ini, MHKI dapat berperan dalam pembentukan kebijakan yang memastikan perlindungan data pasien dan keamanan informasi medis serta mendorong penerapan regulasi yang sejalan dengan praktik global dalam bidang keamanan siber di sektor kesehatan.

Dengan berbagai komitmen ini, MHKI berharap dapat terus menjadi garda terdepan dalam pengembangan dan penguatan hukum kesehatan di Indonesia