Wanitaindonesianews.com, JAKARTA-RUMAH Produksi Sinemaku Pictures kembali merilis film terbaru di pertengahan 2025 bertajuk Hanya Namamu Dalam Doaku yang disutradarai Reka Wijaya. Film terbaru produksi Sinemaku Pictures ini mengangkat penyakit Sklerosis Lateral Amiotrofik (ALS).
Mungkin banyak yang belum mengetahui penyakit sistem saraf yang melemahkan otot-otot dan memengaruhi fungsi fisik ini.
ALS adalah penyakit saraf progresif yang menyerang sel-sel saraf yang bisa menyebabkan kelumpuhan. Awalnya, ALS ditandai dengan kedutan otot, otot melemah, dan gangguan bicara.
Penyakit inilah yang dikupas dalam film Hanya Namamu Dalam Doaku , bukan untuk mengecilkan dan mengucilkan orang-orang yang terkena penyakit ini.
Film ini justru mengajak masyarakat mengetahui, memahami, menyadari bagaimana perjuangan keluarga dalam membangun komunikasi dan kepercayaan ketika penyakit ini bisa merenggut kebahagiaan yang sudah dibangun selama ini.

Penyakit inilah yang dirasakan oleh Arga (Vino G. Bastian), sosok suami yang begitu mencintai keluarganya: Hanggini, isterinya (Nirina Zubir), dan puterinya, Nala (Anantya Kirana).
Alih-alih berbagi kabar mengenai penyakitnya dengan isteri dan anaknya, Arga justru memilih menyembunyikannya. Alasannya, demi melindungi isteri dan anaknya dari rasa sakit. Meski itu berarti, ia menanggung penderitaan seorang diri.
Dalam diam, Arga berjuang sendiri melawan tekanan hidup, masalah ekonomi, dan konflik batin yang terus menghimpit. Tapi kebiasaan ini justru menjadi bumerang bagi dirinya dan keluarganya.
Keputusan Arga tersebut membuat sikapnya berubah. Biasanya penyayang, mulai mengambil jarak. Ia mulai berbohong dan jarang berinteraksi hangat dengan keluarganya seperti yang biasa dia lakukan.
Arga mulai mencari cara agar bisa berpisah dengan isterinya. Ia tidak ingin isterinya ikut menderita, mengurus dirinya yang akan cacat kelak. Kehadiran Marissa (Naysilla Mirdad) yang kebetulan cinta di masa lalunya, cukup membantu Arga memuluskan rencananya itu.
Di sinilah konflik keluarga mulai terjadi. Hanggini menduga Arga tengah berselingkuh dengan mantan pacarnya di SMA itu. Arga pun mengakui jika dirinya berselingkuh. Pertengkaran pun tidak bisa dihindarkan.
Sebagai seorang isteri yang mencintai suaminya, tentu saja Hanggini tidak rela jika harus berpisah dengan tanpa sebab. Ia merasa semua baik-baik saja. Kehadiran Marissa membuat kebahagiaan yang sudah terbangun runtuh seketika.
Sebagai anak, Nala tidak bisa berbuat banyak. Anak perempuan yang semula memcintai ayahnya berubah membencinya. Ia merasa dikhianati hingga kehilangan semangat mengejar mimpinya meraih beasiswa.
Dalam hitungan hari, kondisi kesehatan Arga kian memburuk. Tubuhnya mulai melemah dan ia sadar waktunya mungkin tidak banyak lagi.

Ia pun dihadapkan pada pilihan sulit: mengungkap penyakitnya untuk menyelamatkan keluarga, atau membiarkan dirinya semakin jauh dari orang-orang yang ia cintai.
Peran dan konflik antar anggota keluarga ini dipertunjukkan dengan sangat menyentuh, menampilkan perjuangan seorang ayah, ibu, dan anak dalam menghadapi kenyataan pahit.
Meski kisah keluarga ini sempat tercerai berai, namun cerita cinta keluarga ini berakhir bahagia. Hanggini selalu menggantungkan harapan dalam doa-doanya. Setelah melewati masa-masa sedu sedan, senyum bahagia pun mengukir indah
Film yang juga dibintangi Ge Pamungkas, Dinda Kanya, Enno Lerian, Marcell Darwin, Slamet Rahardjo, dan Arswendy Bening Swara, ini menjanjikan perjalanan penuh emosional. Mengingatkan penonton akan pentingnya keluarga, pengorbanan, dan harapan.
Kita diajak untuk menyelami perjuangan yang mengharukan dan momen-momen penuh cinta. Bagaimana peran penting caregiver yang penuh empati membangun kembali rasa percaya pejuang ALS.
Proyek film ini diproduseri oleh kolaborasi tiga nama besar di dunia perfilman Indonesia: Prilly Latuconsina, Umay Shahab, dan Bryan Domani.
“Kami berharap film ini bisa menjadi pelukan hangat bagi semua caregiver dan mereka yang merawat orang sakit. Semoga film ini menjadi representasi yang baik dan memberi kekuatan,” ucap Umay Shahab.
“Film ini juga menjadi cermin bagaimana kita mengelola konflik dan komunikasi dalam keluarga, yang sangat relevan bagi siapa saja yang ingin menjaga cinta tetap utuh,” kata Vino G. Bastian.
Konflik utama dalam film ini terletak pada miskomunikasi antara Arga dan isterinya. Saat tidak ada lagi komunikasi, pikiran-pikiran negatif mulai bermunculan, menimbulkan kesalahpahaman yang semakin dalam.
“Kebaikan harus diperlihatkan dengan tulus, bukan pencitraan. Film ini memberi saya pelajaran baru tentang keikhlasan dan perjuangan para caregiver,” timpal Nirina Zubir yang kembali berpasangan dengan Vino setelah 21 tahun berlalu dalam film 30 Hari Mencari Cinta.

