Wanitaindonesianews.com, JAKARTA– Menopause merupakan siklus hidup yang akan dihadapi setiap perempuan. Biasanya menjelang memasuki usia kepala 5, perempuan akan memasuki masa menopause dan dihimbau untuk lebih bijak dalam merawat tubuhnya.
Memasuki menopause juga diikuti oleh perubahan hormonal sehingga sering kali menimbulkan berbagai gejala yang dapat memengaruhi keseharian perempuan aktif.
Pada fase ini, perempuan menghadapi perubahan fisik, psikologis, dan metabolik yang berpotensi menurunkan kualitas hidup jika tidak dikelola dengan baik.
Oleh sebab itu, penting untuk meningkatkan kepedulian terhadap upaya mempertahankan kualitas hidup perempuan di masa menopause agar mereka tetap sehat, bugar, dan produktif.
Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMINESIA) menyadari urgensi tersebut dan terus berkomitmen memberikan edukasi yang tepat agar perempuan memahami bahwa menopause bukanlah akhir dari kebugaran.

dr. Ni Komang Yeni, Sp.OG, MM, MARS, Ketua PERMINESIA JAYA, menyatakan sebagai organisasi yang berfokus pada kesehatan perempuan, PERMINESIA berkomitmen untuk terus mengedukasi masyarakat melalui berbagai kegiatan rutin seperti penyuluhan dan pengabdian masyarakat yang edukatif dan teratur, khususnya kepada perempuan usia reproduktif.
“Selain itu, kami juga berkolaborasi dengan perkumpulan menopause lainnya di tingkat nasional dan regional, serta dengan International Menopause Society (IMS) untuk memastikan perempuan Indonesia mendapatkan akses terhadap informasi dan praktik kesehatan menopause terkini,” ungkap dr. Ni Komang Yeni.
Kali ini, tambahnya, kami melihat penting untuk mengedukasi perempuan Indonesia mengenai perbedaan antara sekadar menurunkan berat badan dan menurunkan lemak tubuh karena pendekatan ini lebih berfokus pada kesehatan sejati, terutama dalam menghadapi fase menopause.
“Penurunan berat badan secara umum sering kali hanya berfokus pada angka di timbangan. Namun, angka tersebut tidak membedakan antara massa otot, air, dan lemak. Sebaliknya, penurunan lemak tubuh menargetkan timbunan lemak yang berlebihan, yang merupakan indikator kesehatan yang lebih
akurat. Keduanya harus seimbang, tidak boleh hanya masa ototnya yang hilang atau hanya lemaknya yang hilang, karena keduanya tetap punya fungsi masing-masing untuk menjaga kebugaran perempuan di masa menopause,” jelas dr. Yeni.
Secara global dan di Indonesia, terjadi peningkatan usia harapan hidup, yang berarti semakin banyak perempuan yang mencapai usia tua dan mengalami menopause, serta semakin banyak yang mengalami penurunan kualitas hidup.
Menopause umumnya terjadi di usia sekitar 51 tahun. Penurunan hormon estrogen yang terjadi pada fase ini dapat memicu berbagai gejala fisik dan emosional, mulai dari hot flashes, gangguan tidur, perubahan mood, hingga penurunan gairah seksual.
Hormon estrogen yang menurun saat menopause dapat memengaruhi metabolisme dan penyimpanan lemak, membuat perempuan lebih rentan terhadap kenaikan berat badan.
Namun, banyak yang melakukan diet ekstrim dan olahraga yang tidak konsisten sehingga justu lebih berbahaya.
“Perempuan yang masuk ke masa menopause sendiri sudah memiliki peningkatan risiko kesehatan, sehingga tidak boleh salah dalam me-maintain tubuhnya. Dari sisi medis, dampaknya cukup signifikan.
Risiko penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat karena hilangnya efek protektif estrogen terhadap jantung.
Penurunan kadar estrogen juga berpotensi menyebabkan osteoporosis, membuat tulang menjadi lebih rapuh dan mudah patah. Selain itu, perempuan menopause sering mengalami masalah perkemihan seperti inkontinensia urin, gangguan tidur, hingga perubahan pada gusi dan mulut.

Dari sisi mental, perubahan hormon dapat memicu kecemasan, depresi ringan, hingga penurunan fokus atau brain fog. Karena itu, PERMINESIA menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh, tidak hanya fisik, tetapi juga emosional dan sosial, agar perempuan tetap berdaya dan bahagia di masa menopause. Maka, strategi menjaga kebugaran perlu disesuaikan dengan kondisi hormonal dan metabolik yang berubah,” kata dr. Yeni.
“Jangan sampai terlalu kehilangan masa otot. Banyak perempuan, terutama menjelang dan saat menopause, mengalami sarkopenia (kehilangan massa otot) secara alami. Jika penurunan berat badan dilakukan tanpa memperhatikan komposisi tubuh, mereka berisiko kehilangan lebih banyak otot,
bukan hanya lemak. Massa otot yang rendah dapat memengaruhi metabolisme, kekuatan, dan keseimbangan.
Selanjutnya terkait penurunan lemak juga perlu diperhatikan. Lebih baik untuk menargetkan pada lemak visceral yang mengelilingi organ dalam tubuh karena sangat terkait dengan risiko penyakit metabolik seperti diabetes tipe 2 dan penyakit jantung.
Mengurangi lemak ini, bahkan
jika berat badan tidak turun drastis, dapat secara signifikan meningkatkan kesehatan metabolik. Namun, tetap ada lemak yang perlu dipertahankan karena dalam jumlah yang tepat, lemak tetap memiliki fungsi bagi perempuan menopause,” tambahnya.
Fungsi lemak yang dimaksud yaitu terkait penyimpanan hormon estrogen, menjaga keseimbangan hormon, dan sumber energi. dr. Yeni kembali menjelaskan, sebagai penyimpanan, jaringan lemak
tubuh menyimpan sebagian besar hormon estrogen.
“Estrogen ini memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah. Lemak juga menjaga keseimbangan hormon, di mana dengan tingkat lemak tubuh yang cukup akan membantu memastikan tubuh memiliki cukup cadangan untuk memproduksi hormon secara seimbang. Jika keseimbangan hormon tercapai, maka keluhan perimenopause juga berkurang, termasuk mood swing.
Lalu sebagai energi, lemak merupakansumber energi penting bagi tubuh, dan pada perempuan menopause, lemak terus berperan dalam menyediakan energi untuk fungsi tubuh. Maka fat loss pun perlu diperhatikan sehingga lemak yang hilang sesuai target,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, dr. Ida Gunawan, MS, Sp. G.K, Subsp. K.M., FINEM, dokter spesialis Gizi Klinik Subspesialis Nutrisi menerangkan, menopause membawa perubahan besar pada tubuh perempuan, termasuk melambatnya metabolisme dan bergesernya distribusi lemak akibat penurunan kadar hormon estrogen.
“Pembakaran lemak tetap dapat dilakukan dengan pendekatan yang tepat melalui kombinasi pola makan sehat, aktivitas fisik terukur, tidur cukup, dan pengelolaan stress,”
jelasnya.
Untuk mencapai fat loss yang sehat, dr. Ida memperkenalkan prinsip 3J: Jumlah, Jenis, dan Jadwal makan.
“Jumlah kalori sebaiknya dikurangi sekitar 500–750 kkal per hari untuk menciptakan defisit yang aman dan efektif. Jenis makanan mengikuti panduan gizi seimbang, dengan komposisi protein sekitar 15–25% dari total kalori, disesuaikan dengan kondisi tiap individu.
Sedangkan Jadwal makan dapat diatur fleksibel, misalnya bisa dengan porsi kecil namun sering, atau pola intermittent fasting
jika memang cocok untuk dilakukan,” kata dr. Ida.
“Keberhasilan fat loss tidak hanya ditentukan oleh defisit kalori, tetapi juga oleh kualitas nutrisi yang dikonsumsi. Makanan seimbang yang mengandung karbohidrat kompleks, protein hewani dan nabati, lemak sehat, serat, vitamin, mineral, dan cairan yang cukup akan membantu menjaga keseimbangan
hormon dan mencegah kehilangan massa otot. Jangan lupa juga memperhatikan cara memasak. Kurangi penggunaan minyak, gula, dan garam, serta hindari makanan olahan atau makanan yang melalui ultra-proses,” tambah dr. Ida.
Sebuah studi konsensus terbaru yang melibatkan 39 pakar dari 14 negara dan wilayah di kawasan AsiaPasifik, termasuk Indonesia, Tiongkok, Jepang, India, dan Australia, merumuskan 85 praktik klinis mengenai tata laksana menopause.
Studi yang berlangsung antara November 2023 hingga Agustus 2024 ini menyoroti prinsip-prinsip penting bagi tenaga kesehatan dalam menangani perempuan menopause dan dalam penggunaan terapi hormon menopause (Menopausal Hormone
Therapy/MHT).
Para ahli menyepakati bahwa perubahan gaya hidup seperti olahraga teratur, pola makan seimbang, tidur cukup, serta menjaga koneksi sosial dan kesehatan mental merupakan langkah kunci untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan pada masa peri dan pascamenopause1.
“Selain menjaga gaya hidup, pemilihan terapi yang tepat untuk masa menopause juga diperlukan,” tambah dr. Ida.
Studi ini juga menegaskan bahwa MHT merupakan terapi paling efektif, dengan rasio manfaat dan risiko yang umumnya menguntungkan bagi perempuan berusia di bawah 60 tahun atau dalam 10 tahun pertama setelah menopause.
Terapi ini perlu diberikan secara individual dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan, kebutuhan pencegahan, serta preferensi pasien.
Edukasi pasien yang jelas, tindak lanjut rutin, dan perhatian terhadap kontraindikasi seperti kanker yang bergantung hormon atau penyakit hati aktif sangat dianjurkan.
Juga ditambah dengan gaya hidup yang paling sesuai untuk mereka, apalagi yang berkeinginan tetap dalam kondisi tubuh ideal.
Perubahan gaya hidup menjadi jauh lebih sehat merupakan investasi jangka panjang bagi perempuan menopause dan mendukung terapi agar lebih berhasil.

Mia Fitri (Coach Mia), Founder Move Inc. & Menopause Transition Coach menjelaskan, menurunkan lemak tubuh di masa perimenopause dan menopause bukan sekadar membakar kalori, tetapi menjaga
komposisi tubuh agar tetap sehat dan seimbang.
Coach Mia juga menekankan pentingnya membedakan antara weight loss dan fat loss.
“Otot merupakan organ metabolik aktif yang terus membakar energi bahkan saat tubuh beristirahat. Karena itu, perempuan perlu menjaga massa ototnya agar metabolisme tetap optimal,” ujarnya.
Untuk itu, latihan beban atau strength training menjadi fondasi utama bagi perempuan di atas 40 tahun, didukung dengan olahraga kardio seperti jogging atau bersepeda.
Kombinasi olahraga tersebut membantu mempertahankan massa otot sekaligus menjaga kesehatan jantung.
“Namun, latihannya harus tetap bijak. Di masa menopause, tubuh membutuhkan waktu pemulihan lebih lama. Fokuslah pada latihan yang strategis, bukan sekadar keras. Train smart, not hard!” jelasnya.
Selain olahraga, keberhasilan fat loss dan weight loss yang seimbang juga ditentukan oleh pola makan dan gaya hidup.
Perempuan menopause disarankan mencukupi asupan protein (1,6–2g/kg berat badan), memperbanyak serat alami, dan menghindari defisit kalori ekstrem. Tidur berkualitas 7–8 jam dan manajemen stres juga berperan penting, karena kadar kortisol tinggi dapat memicu penumpukan lemak di area perut.

