Penulis: Lilis Suryani, Anjani Retrievia dan Ulfa Tunnisa
Wanitaindonesianews.com, JAKARTA–Pendidikan merupakan hak dasar setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Namun dalam praktiknya, akses terhadap pendidikan yang layak dan berkualitas masih menjadi tantangan, terutama bagi masyarakat dari golongan ekonomi menengah ke bawah.
Meski pemerintah telah menggratiskan biaya pendidikan di sekolah negeri melalui program Wajib Belajar 12 Tahun, keberadaan sekolah swasta tetap menjadi pilihan utama bagi sebagian masyarakat, terutama di daerah yang minim sekolah negeri.
Sayangnya, tingginya biaya pendidikan di sekolah swasta sering menjadi penghalang.
Belakangan ini, wacana pembebasan biaya sekolah swasta bagi siswa dari keluarga tidak mampu mulai mencuat dalam diskusi publik, terutama setelah pernyataan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, dalam beberapa forum pendidikan pada tahun 2023 yang menekankan pentingnya kesetaraan akses pendidikan, termasuk di sekolah swasta.
Wacana ini juga mengemuka dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI bersama Kemendikbudristek pada awal 2024, di mana disebutkan perlunya dukungan finansial bagi siswa tidak mampu yang bersekolah di lembaga swasta, terutama di wilayah yang minim sekolah negeri.
Gagasan ini pun menimbulkan beragam tanggapan, baik yang optimis melihat peluang keadilan pendidikan, maupun yang skeptis terhadap efektivitas dan implementasinya.
Artikel ini akan mengulas potensi wacana tersebut dalam kerangka Education for All dan hak asasi manusia, serta meninjau kesesuaiannya dengan landasan hukum di Indonesia.
Konsep “Pendidikan untuk Semua” Education for All) merupakan gerakan global yang dimulai sejak Konferensi Dunia tentang Pendidikan di Jomtien, Thailand tahun 1990 dan diperkuat dalam Deklarasi Dakar tahun 2000.
Gerakan ini menekankan bahwa pendidikan dasar yang berkualitas harus dapat diakses oleh semua orang, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau geografis.
Pemerintah melalui beberapa pernyataan resmi dan diskusi publik telah membuka peluang untuk memberlakukan pembebasan biaya pendidikan di sekolah swasta untuk seluruh jenjang, mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar (SD-SMP), hingga pendidikan menengah (SMA/SMK), khususnya bagi siswa dari keluarga tidak mampu. Hal ini bertujuan agar kesetaraan hak atas pendidikan tidak hanya berlaku di sekolah negeri, tetapi juga di sekolah swasta yang selama ini banyak diandalkan di wilayah dengan keterbatasan sekolah negeri.
Di Indonesia, semangat ini sejalan dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana diatur dalam berbagai regulasi nasional dan internasional. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
Selain itu, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menegaskan bahwa pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Komitmen Indonesia terhadap hak pendidikan juga tercermin dalam ratifikasi Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990, di mana Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa
“Negara-negara Pihak mengakui hak anak untuk memperoleh pendidikan, dan dalam rangka mencapai realisasi hak ini secara progresif dan berdasarkan kesempatan yang sama, mereka akan, khususnya, membuat pendidikan dasar wajib dan tersedia secara gratis untuk semua.” Ketentuan ini mempertegas bahwa hak atas pendidikan, termasuk bagi anak-anak di sekolah swasta, merupakan bagian dari komitmen global dan nasional yang harus dipenuhi secara adil dan tanpa diskriminasi.
Wacana membebaskan biaya sekolah swasta bisa dilihat sebagai langkah untuk menghapus diskriminasi dalam pendidikan. Selama ini, sekolah swasta cenderung hanya dapat diakses oleh kalangan menengah ke atas.
Jika pemerintah mampu menjembatani pembiayaan bagi siswa kurang mampu di sekolah swasta, maka akan terbuka peluang lebih besar bagi tercapainya pendidikan yang inklusif dan berkeadilan.
Secara hukum, negara berkewajiban untuk memenuhi hak atas pendidikan warganya. Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

Meskipun secara spesifik hanya mengatur pendidikan dasar, semangat pasal ini dapat diperluas melalui kebijakan yang mendukung keadilan pendidikan secara keseluruhan.
Dalam praktiknya, pemerintah telah menjalankan berbagai program seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang dapat digunakan di sekolah negeri maupun swasta.
Dengan kata lain, payung hukum dan kebijakan untuk mendukung pembiayaan pendidikan di sekolah swasta sebenarnya sudah ada. Tantangannya terletak pada implementasi yang tepat sasaran dan merata.
Pemberian subsidi atau pembebasan biaya di sekolah swasta juga dapat dilakukan melalui kerja sama antara pemerintah daerah dengan yayasan penyelenggara pendidikan swasta. Dalam hal ini, prinsip gotong royong dalam sistem pendidikan nasional menjadi sangat relevan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan yang menjunjung tinggi HAM.
Meski ide ini terlihat menjanjikan, pelaksanaannya tentu bukan tanpa tantangan.
Pertama, pemerintah perlu memastikan adanya regulasi yang jelas agar tidak terjadi penyalahgunaan dana bantuan. Kedua, mekanisme seleksi siswa penerima bantuan di sekolah swasta harus adil, transparan, dan tidak diskriminatif. Ketiga, perlu ada pengawasan ketat agar mutu pendidikan tetap terjaga meskipun biaya operasional sekolah dibantu pemerintah.
Namun di sisi lain, jika diterapkan dengan baik, program ini berpotensi menjadi solusi efektif untuk mengatasi ketimpangan akses pendidikan. Sekolah swasta yang selama ini dianggap eksklusif, bisa menjadi tempat belajar yang terbuka bagi semua kalangan.
Hal ini akan memperkuat semangat integrasi sosial, sekaligus mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya pada poin keempat: pendidikan berkualitas dan inklusif.
Meski wacana pembebasan biaya pendidikan di sekolah swasta untuk seluruh jenjang dari PAUD hingga SMA/SMK terdengar menjanjikan, implementasinya menyimpan tantangan besar, terutama dari segi anggaran, regulasi, hingga kualitas pendidikan.
Secara ekonomi, penambahan beban fiskal menjadi kekhawatiran utama.
Pemerintah perlu merancang skema pembiayaan yang tidak hanya mengandalkan APBN atau APBD, tetapi juga melibatkan dunia usaha dan yayasan melalui kemitraan publik swasta. Misalnya, dengan memberikan insentif pajak kepada sekolah swasta yang bersedia membebaskan biaya bagi siswa kurang mampu atau dengan membuka akses dana hibah bersyarat berbasis akuntabilitas.
Dari sisi sosial, risiko ketimpangan mutu antara sekolah negeri dan swasta bisa terjadi apabila bantuan tidak diiringi dengan penguatan kapasitas kelembagaan.
Maka, intervensi pemerintah harus mencakup pelatihan guru, peningkatan manajemen sekolah, serta jaminan fasilitas belajar yang layak bagi semua siswa. Tidak kalah penting, seleksi siswa penerima bantuan harus dilakukan secara adil dan transparan, menghindari potensi diskriminasi dan politisasi bantuan.
Secara regulatif, kebijakan ini membutuhkan payung hukum yang kuat agar tidak bersifat sementara atau tergantung pada kepentingan politik sesaat. Revisi dan penguatan regulasi turunan dari UU Sisdiknas maupun UU Pendanaan Pendidikan perlu segera dilakukan agar ada mekanisme penyaluran bantuan yang jelas, sistem pengawasan terpadu, dan standar akreditasi bagi sekolah penerima.
Lebih jauh, pendekatan lintas sektor menjadi penting untuk memastikan keberhasilan program ini. Pendidikan tidak bisa berdiri sendiri tanpa dukungan dari sektor kesehatan, sosial, dan pemberdayaan masyarakat. Dengan keterlibatan aktif orang tua, komite sekolah, serta pengawasan publik yang partisipatif, maka kebijakan pembebasan biaya di sekolah swasta tak hanya akan menjadi wacana, melainkan langkah nyata menuju keadilan pendidikan yang lebih merata di Indonesia.
Wacana pembebasan biaya sekolah swasta oleh pemerintah adalah langkah progresif yang patut dipertimbangkan secara serius. Jika dilaksanakan dengan prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas, kebijakan ini dapat menjadi salah satu jawaban atas ketimpangan akses pendidikan di Indonesia. Lebih dari sekadar wacana teknis, ini adalah perwujudan nyata dari komitmen negara terhadap hak asasi manusia di bidang pendidikan.
Melalui kebijakan semacam ini, harapan akan hadirnya sistem pendidikan yang benar-benar menjangkau semua kalangan bisa terwujud. Karena sejatinya, pendidikan bukan hak istimewa, tetapi hak setiap anak bangsa.
Daftar Pustaka :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.
UNESCO. (2000). The Dakar Framework for Action: Education for All. Paris: UNESCO.
World Bank. (2023). Education Finance in Developing Countries. Retrieved from https://www.worldbank.org

