October 30, 2025

Harmoni Tradisi dan Teknologi, Pupuh Balakbak Kembali Bergaung di Sekolah

Wanitaindonesianews.com, KARAWANG–Di sebuah ruang seni di SMPN 1 Purwasari, Karawang, suara tawa ringan para siswa bersahutan dengan lantunan nada “é” yang berulang-ulang. Di hadapan mereka, sebuah layar besar memutar rekaman musik iringan Pupuh Balakbak, salah satu karya sastra Sunda klasik yang selama ini lebih banyak tersimpan di buku teks dan memori para budayawan tua. 

Di era gempuran K-Pop dan TikTok, pemandangan tersebut terasa langka.

Melalui teknologi modern, para siswa kini dapat  merasakan irama dan kelakar dalam budaya Sunda dengan cara yang lebih hidup.

Bukan sekadar pelajaran biasa, momen itu menjadi bukti nyata upaya memadukan tradisi dan modernitas.

Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengambil peran penting dalam gerakan tersebut dengan menggagas penelitian sekaligus pelatihan berbasis digital untuk menghidupkan kembali Pupuh Balakbak,  karya sastra Sunda yang selama ini lebih sering dikenang sebagai teks di buku pelajaran ketimbang dipraktikkan di kelas.

Upaya unik itu dipelopori oleh tim akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), yang memadukan riset dan pengabdian masyarakat dalam satu paket inovasi.

Mereka tidak hanya melakukan penelitian akademis, tetapi juga merancang pelatihan interaktif untuk guru dan siswa, melahirkan rekaman musik Pupuh Balakbak yang dilindungi hak kekayaan intelektual (HKI), dan video tutorial yang dapat diakses luas.

“Kami ingin membuktikan bahwa warisan budaya tak harus terasa kaku. Dengan teknologi, Pupuh Balakbak bisa diajarkan secara menarik dan interaktif, tanpa kehilangan nilai filosofisnya,” ujar Dr. Auliya Ayu Annisa, M.Pd, ketua tim penelitian dan pengabdian yang memimpin proyek ini.

Auliya tidak bekerja sendiri. Bersama Dra. Lucy Martiati Nasution, M.Pd, Dr. Tuti Tarwiyah Adi, M.Si, dan Didin Supriadi, M.Sn, ia menggandeng guru seni budaya SMPN 1 Purwasari, Roro Ajeng Hartani, S.Pd, untuk mengembangkan metode pengajaran baru.

Kegiatan puncak berlangsung pada 25 Agustus 2025 di sekolah yang menjadi lokasi riset. Guru dan siswa mendapatkan pelatihan untuk mengenali dan menuliskan simbol teknik “senggol” dalam pupuh serta mempraktikkannya dengan panduan musik digital.

Roro Ajeng mengaku kegiatan ini menjadi angin segar bagi para guru. “Selama ini, materi pupuh sering dianggap sulit diajarkan. Sumber belajarnya terbatas, siswa pun lebih tertarik dengan budaya populer. Tapi setelah ada pelatihan berbasis video dan rekaman musik, anak-anak jadi antusias. Mereka merasa dekat dengan budaya sendiri,” katanya.

Sebelum ini, pupuh ditafsir sebagai puisi kaku yang sulit diajarkan. Namun kini, Pupuh Balakbak, dengan tiga baris tiap bait, lengkap dengan pola guru wilangan dan guru lagu 15-é, 15-é, 15-é, mengarahkan siswa untuk menemukan humor Sunda lewat cara yang mengena dan menyenangkan.

Digitalisasi Sebagai Penyelamat Budaya

Bagi masyarakat Sunda, pupuh adalah salah satu bentuk sastra tertua dan paling terstruktur. Ada 17 jenis pupuh, dan Pupuh Balakbak termasuk dalam kelompok sekar alit yang terkenal dengan nuansa humor.

Setiap baitnya hanya terdiri dari tiga baris, masing-masing berakhir dengan bunyi “é” dan berisi 15 suku kata. Pupuh ini sering digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan ringan atau satire sosial, menjadikannya populer di kalangan masyarakat Sunda sejak berabad-abad lalu.

Sayangnya, seiring berjalannya waktu, banyak generasi muda yang mulai asing dengan pupuh. Data Dinas Kebudayaan Jawa Barat menunjukkan bahwa pengajaran seni tradisi di sekolah-sekolah semakin terbatas, terutama di daerah perkotaan.

Didin Supriadi, salah satu anggota tim, melihat tren tersebut sebagai peluang.

“Kami tidak ingin pupuh hanya menjadi bahan museum atau arsip. Anak-anak sekarang terbiasa belajar dari gawai. Jadi kami ciptakan rekaman dan video tutorial agar mereka bisa belajar kapan saja, dan di mana saja bahkan di luar kelas,” ujarnya.

Video instruksional yang dihasilkan juga memberi kesempatan sekolah-sekolah di luar Karawang untuk belajar mandiri, tanpa kendala geografis.

Proyek ini tidak hanya menyasar siswa, tetapi juga guru dan masyarakat budaya. Pelatihan mencakup teknik “senggol”, simbol dalam notasi pupuh, sehingga peserta mampu menuliskan dan menyanyikannya secara fasih.

Langkah UNJ tersebut selaras dengan wacana pelestarian budaya tak benda secara nasional. Digitalisasi budaya,  dengan dokumentasi audio, visual, dan video, dianggap sebagai metode efektif untuk menyimpan dan menyebarluaskan tradisi, terutama di era digital saat ini.

Bahkan UNESCO menekankan bahwa digitalisasi adalah salah satu cara paling efektif untuk melestarikan budaya tak benda agar tetap relevan di era modern.

Kementerian, melalui Ditjen Kebudayaan, telah mengadaptasi lima domain warisan budaya tak benda, termasuk tradisi lisan dan ekspresi, ke dalam struktur digital .

Begitu pula, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) turut memformulasikan strategi untuk melestarikan pantun dan tradisi lisan lainnya di era digital.

Kehadiran program ini menjadi bukti bahwa dunia pendidikan tidak harus terjebak pada cara lama. Apa yang dilakukan UNJ di SMPN 1 Purwasari merupakan jembatan untuk menghubungkan akar budaya dengan kebutuhan masa kini.

Dengan pendekatan inovatif, budaya lokal justru bisa menjadi kebanggaan baru generasi muda.
Selain itu, proyek ini juga diharapkan menjadi model bagi sekolah-sekolah di daerah lain untuk mengintegrasikan seni tradisi dengan teknologi. Auliya berharap langkah kecil ini dapat memicu gerakan yang lebih besar.

“Bayangkan jika setiap daerah bisa mendokumentasikan dan mengemas seni tradisinya dalam format digital. Kita tidak hanya melestarikan budaya, tapi juga memberi generasi muda sarana untuk mencintai dan membanggakan akar mereka sendiri,”pungkasnya.

Dewi's avatar

By Dewi

Related Post