Anak Indonesia Darurat Obesitas, Jika Didiamkan Dapat Picu Berbagai Penyakit

WanitaIndonesianews.com, JAKARTA– Saat ini orang tua  di Indonesia masih mendefinisikan bahwa anak  sehat itu adalah gemuk. Sehingga akibatnya mereka kerap mencari cara agar anaknya gemuk. Padahal kalau terlanjur gemuk anak akan berpotensi mengalami obesitas.

Topik obesitas pada anak mengemuka dalam kegiatan  seminar nasional bertema “Melawan Obesitas pada Anak, Mewujudkan Generasi Sehat Menuju Indonesia Emas 2024″ yang digelar Himpunan Fayankes Dokter Indonesia (HIFDI) bekerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Sabtu , tanggal 11 November 2024.

Kegiatan tersebut merupakan rangkaian dalam peringatan hari Kesehatan Nasional ke -60. Dibuka secara resmi oleh  Sekjen PB IDI dr. Ulul Albab, Sp.Og, seminar ini menghadirkan 4 narasumber yang saling melengkapi dan menguatkan yakni ahli gizi klinik dr Tirta Prawitta Sari, Sp.Gk, M.Sc, Wakil Ketua KPAI Dr. Jasra Putra, Pakar Jaminan Sosial Ahmad Ansyori dan dokter spesialis anak Klinik Utama Airlangga dr. Agustina Kadaristiana, Sp.A, M.Sc.

Pembicara pertama adalah  dr Agustina Kadaristiana. Dalam paparannya, dia mengatakan Obesitas pada anak mengalami tren yang terus meningkat belakangan ini.

Dikatakannya orang tua terbiasa dengan pola pikir lama bahwa anak gemuk identik dengan anak sehat. Sedangkan saat  bayi tumbuh dengan tubuh yang normal cenderung kurus, merupakan anak yang kurang gizi dan lain sebagainya

“Padahal obesitas pada masa anak-anak apabila bertahan hingga masa dewasa akan cenderung berkembang menjadi penyakit kronis seperti diabetes melitus, penyakit jantung, pembuluh darah, dan lainnya. Sehingga ini perlu  mendapat perhatian serius mengingat obesitas pada anak dapat memicu berbagai penyakit seperti diabetes melitus, jantung, hipertensi, dan lainnya ketika anak menjadi dewasa,” ungkap dr.Agustina Kadaristiana.

Riset menunjukkan sekitar 55 persen obesitas pada usia anak akan menjadi obesitas pada usia remaja, 80 persen obesitas pada remaja akan bertahan hingga dewasa dan saat usia 30 tahun, 77 persen masih mengalami obesitas.

Sementara itu  Ahmad Ansyori, Pokja Kesehatan KPAI yang juga pakar jaminan sosia menyebut   obesitas mempunyai dampak terhadap tumbuh kembang anak, terutama aspek perkembangan psikososial.

Menyadari risiko dari obesitas yang dapat ditimbulkan oleh anak terutama jika obesitasnya bertahan hingga remaja dan dewasa, Ansyori menilai kebijakan dan program yang ambisius yang dapat secara efektif mencegah konsekuensi jangka panjang dari meningkatnya prevalensi kelebihan berat badan, obesitas dan penyakit tidak menular di Indonesia sudah sangat mendesak.

“Program yang ambisius penting untuk mengejar target tidak ada peningkatan prevalensi obesitas pada anak pada tahun 2025 mendatang yang sudah dicanangkan pemerintah,” ujar Ahmad Ansyori.

Target Indonesia Emas 2045
Dilanjutkan oleh, Dr. Jasra Putra, S.Fil.I, M.Pd, Wakil Ketua KPAI menyampaikan saat ini obesitas pada anak merupakan masalah serius di Indonesia.

Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesehatan fisik, tetapi juga mengancam kualitas hidup dan masa depan generasi muda.

“Mengingat target Indonesia Emas 2045, sangat penting untuk menangani obesitas sejak dini agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh menjadi generasi yang sehat, produktif, dan berkualitas.,” katanya.

Menurutnya, jika masalah obesitas diatasi dengan baik, anak-anak akan memiliki kesehatan optimal yang menunjang perkembangan fisik, mental, dan intelektual mereka, yang pada akhirnya akan membawa dampak positif pada perekonomian dan kesejahteraan bangsa di masa depan.

Adapun strategi melawan obesitas pada anak bisa dilakukan antara lain pertama edukasi gizi sejak dini dimana pendidikan gizi di sekolah dan keluarga penting agar anak memahami pentingnya makanan sehat dan seimbang.

Kedua, meningkatkan aktivitas fisik dimana sekolah dan orang tua perlu mendorong aktivitas fisik melalui olahraga, permainan aktif, dan kegiatan luar ruangan.

Lalu ketiga, adanyaa kebijakan pemerintah. Dalam hal ini pemerintah dapat berperan dalam mengatur iklan makanan tidak sehat dan memperketat peredaran makanan tinggi gula dan lemak yang banyak dikonsumsi anak-anak.

Keempat, pentingnya sinergi antara sekolah, orang tua, dan pemerintah dalam menangani masalah obsitas anak.

Lingkungan Obesigenic
Banyak factor yang memicu obesitas pada anak. Spesialias gizi klinik dr Tirta Prawita Sari menyebutkan lingkungan obesigenic yakni lingkungan yang mendukung penambahan berat badan dan tidak mendukung penurunan berat badan, merupakan penyebab utama terjadinya obesitas.
Saat ini diperkirakan 66,7 persen anak usia 5-19 tahun mengonsumsi minuman manis minimal 1 kali dalam sehari, tidak mengonsumsi buah dan sayur setiap hari serta 57 persen tidak memiliki aktivitas fisik yang cukup.
“Secara sederhana, obesitas terjadi akibat adanya ketidakseimbangan energi, dimana energi positif yakni energi yang masuk lebih besar dari pada energi yang dikeluarkan yang terjadi dalam waktu yang lama,” kata Tirta Prawita.

Ketidakseimbangan energi ini pemicunya multifaktoral sehingga penanganannya juga membutuhkan pendekatan yang multifaktoral pula.
“Dilihat dari penyebabnya, ada obesitas dibagi menjadi dua yakni obesitas idiopatik (primer/nutrisional) dimana terjadi gangguan keseimbangan energi. Sebagian besar atau sekitar 90 persen obsitas karena faktor gangguan keseimbangan energi,” pungkas dr. Tirta Prawita .