Wanitaindonesianews.com, JAKARTA–Musisi atau penyanyi lawas di Indonesia kerap terhimpit masalah ekonomi di masa tuanya. Padahal dulunya, para musisi tersebut memiliki karier mentereng di blantika musik tanah air.
Namun lantaran minimnya apresiasi atau tidak memperoleh royalti, mereka pun menjalani hari tua dengan sangat memprihatinkan.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap nasib mereka, Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) luncurkan Gerakan Estafet Kebudayaan (Gek-Ind) sebagai ajang penghormatan (tribute) bagi para penyanyi legendaris Indonesia dari berbagai era pada Selasa, 24 Desember 2024.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon secara resmi membuka program tersebut disaksikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof Abdul Mu’ti, Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha, Utusan Presiden Yovie Widianto, Raffi Ahmad dan pejabat di lingkungan Kementerian Kebudayaan.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan Gek-Ind adalah wadah silaturahmi sekaligus kick off untuk menyelenggarakan tribute yang menghadirkan para musisi dan penyanyi era 1960-an, 1970-an, 1980-an, 1990-an dan seterusnya.
Pada penampilan perdana, Gek -Ind mendatangkan sejumlah penyanyi lawas seperti Titiek Sandhora dan Muchsin Alatas, Titik Hamzah, Ernie Djohan, dan lainnya.
“Kami mengundang para legenda musisi penyanyi 1960-an, ini adalah bagian dari upaya kami untuk mengapresiasi,” ujar Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Ke depannya Fadli Zon akan mengupayakan adanya sebuah platform guna mengapresiasi para musisi yang sudah berkarya dan berprestasi bahkan membawa nama Indonesia di panggung dunia. Ini penting sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
“Di tahun 1960-an , musik hanya bisa dinikmati melalui radio dan televisi. Itu pun tidak semua orang bisa menikmatinya karena orang yang memiliki televisi jumlahnya masih terbatas.
Kemudian musik bisa didengarkan melalui kaset itu sudah era 1970-an. Sebelumnya hanya melalui radio atau televisi,” jelas Menteri Fadli Zon.
Fadli Zon mengapresiasi kegiatan Tribute Musisi-Penyanyi Legendaris 1960-an yang menghadirkan para musisi dan penyanyi legendaris kebanggaan Indonesia.
Sementara itu, Ketua Gerakan Estafet Kebudayaan (Gek-Ind) Neno Warisman mengungkapkan menghadirkan musisi dan penyanyi legendaris tahun 1960-an merupakan bentuk penghormatan kepada orang-orang yang telah memberikan separuh atau dua pertiga hidupnya untuk Indonesia.
“Acara ini digagas berangkat dari rasa cinta seorang budayawan yang menginginkan kita semua memberikan penghormatan kepada mereka yang telah mendedikasikan hidupnya untuk Indonesia melalui musik dan lagu,” kata Neno.
Dikatakan Neno, setiap lagu-lagu yang dibawa penyanyi era 1960-an dan era-era selanjutnya selalu membawa pesan sesuai dengan masanya.
“Melalui kegiatan ini, kita berharap nantinya di area-area publik, akan dengan mudah bersentuhan kembali dengan nilai-nilai yang dibawa dari dekade ke dekade. Kita akan menyambungkan generasi ke generasi berikutnya melalui lagu-lagu lawas Indonesia,” tegasnya.
“Saya bersyukur bahwa saat ini sudah ada pihak swasta pemiliki outlet kedai kopi yang bersedia memutar lagu-lagu lawas di ratusan outlet kedainya,” lanjut Neno.
Dalam acara tersebut para penyanyi lawas unjuk kebolehan dengan kembali membawakan lagu-lagu yang pernah popular zaman tahun 1960-an.
Pada penampilan pertama, menghadirkan sang pelantun tembang Teluk Bayur, Ernie Djohan. Pada saat itu Ernie didapuk membawakan 2 lagu hitnya, Kau Selalu di Hatiku , Teluk Bayur dan 1 lagu Minang berjudul Ratok Denai.
Kemudian pasangan Titiek Sandhora dan Muchsin Alatas membawakan single Dunia Belum Kiamat dan Merantau.
Tribute ditutup dengan penampilan penyanyi sekaligus pencipta lagu grup Dara Puspita yaitu Titik Hamzah yang tahun depan genap berusia 76 tahun, juga ikut menyanyikan 2 lagu hits, yaitu Surabaya dan Pantai Pattaya.
Meski harus menggunakan tongkat, Titik Hamzah yang dulu dikenal sebagai pemain bass ini.