GoHappyLive.com, JAKARTA- Pelaksanaan Pilpres dan Pileg yang dilakukan serentak pada tahun 2019  ini harus di evaluasi kembali. Karena dampaknya sangat luar biasa bagi kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Ini situasi Pemilu terburuk yang sangat luar biasa. Sistem dan prosedur Pilpres dan Pileg harus diteliti kembali agar tidak justeru melanggengkan hadirnya Kejahatan Demokrasi,
 
Hal ini diungkapkan  Ketua Umum Garuda Merah, Abdul Rahman, SH pada saat mengumumkan pernyataan sikap politik Garuda Merah di Cikajang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin, 14/5 kemarin.
Didampingi Wahyu Umagaf SH Wakil Ketua Umum Garuda Merah, Fandi Yanuarso Wakil Ketua Umum, Mudzakir  Sekjen Garuda Merah dan Tri Handayani selaku Juru Bicara, Abdul Rahman sekaligus mencermati perkembangan dinamika sosial politik pada Pilpres 2019 yang luar biasa dan patut diduga keras adanya pembiaran oleh kekuasaan agar antar elemen masyarakat semakin terpecah belah.
Membawa keprihatinan mendalam Garuda Merah sebagai organisasi masyarakat yang sejak semula mendukung Pasangan Calon Presiden Prabowo – Sandi untuk mendesak Sistem Perhitungan (Situng) Komisi Pemilihan Umum  (KPU) Pusat dihentikan. Karena jika tidak segera diambil langkah tersebut dan Pemilu terindikasi kuat tidak Jujur dan Adil (Jurdil), maka dikhawatirkan akan terjadi People Power yang dilindungi oleh Undang Undang.
“Kompetisi politik seharusnya berlangsung Luber, Jurdil, Damai, Fair,  dan Tertib namun telah berkembang ke arah sebaliknya. Dimana rakyat mengamati gejala ketidaknetralan Negara beserta Aparaturnya yang disertai campur tangan yang melebihi kepatutannya,” ujar Abdul.
Garuda Merah yang selama ini tak pernah tampil ke permukaan, lanjut Abdul Rahman SH,  telah memandang situasi politik yang terpecah belah ini sangat rawan untuk disusupi dan dimasuki oleh kepentingan kepentingan pihak lain yang memghendaki perpecahan antar elemen masyarakat ini.
Karena Situng KPU Pusat tidak ada di Undang Undang. Situng KPU terkesan kuat menyesatkan. Terjadi hitungan yang salah, oleh karenanya perlu tindakan mensikapi Situng KPU untuk dihentikan dan Bawaslu untuk segera menyidangkannya.

Sementara Wakil Ketua Umum Garuda Merah,  Hasyim Umagaf, SH melihat bayang bayang kekhawatiran terhadap kecurangan yang terjadi semakin meningkat, sehingga membuat situasi Jakarta tidak kondusif bagi berlangsungnya Pilpres 2019 yang fair dan demokratis. Dan sebagai organisasi masyarakat yang bekerja untuk keberhasilan Prabowo-Sandi, mensikapi kondisi terkini akibat Pilpres 2019 yang tercederai dan  berpotensi besar terjafinya perpecahan di masyarakat.
“Jangan ada kelompok yang akan merusak keutuhan masyarakat dan Garuda Merah menolak perpecahan antar masyarakat. Apalagi Pilpres sebelumnya kondisinya tidak seperti Pilpres 2019 ini. Komdisi saat ini sangat luar biasa sekali potensi perpecahannya. Bahkan birokratnya yang seharusnya netral turut pula bermain main hingga demokrasi keluar daripada ruhnya. Moralitas tergerus lantaran kejahatan demokrasi dibiarkan,” ujar Hasyim Umagaf.
Seperti diketahui Garuda Merah yang berada di 30 Daerah Pimpinan Wilayah dan merupakan satu dari 500 ormas yang tercatat di Badan Pemenangan Nasional Prabowo – Sandi mencatat ada  73.000 data kesalahan akibat tidak dilakukannya sesuai prosedur dan sistem Pemilu yang sebenarnya. Dan hasil hitungan kemenangan Prabowo-Sandi 62 persen diyakini Garuda Merah valid  berdasarkan data C1 dari BPN dimana direncanakan besok tabulasi C1 nya akan dibuka secara resmi dihadapan sejumlah media nasional maupun asing.
Yang tak kalah penting, Abdul juga mengkritisi pelaksanaan Pilpres dan Pileg yang dilakukan serentak pada tahun 2019 ini harus di evaluasi kembali.
“Karena dampaknya sangat luar biasa bagi kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Ini situasi Pemilu terburuk yang sangat luar biasa. Sistem dan prosedur Pilpres dan Pileg harus diteliti kembali agar tidak justeru melanggengkan hadirnya Kejahatan Demokrasi,” tambah Abdul,  lagi.
Seperti diantaranya terdapatnya DPT Siluman di berbagai TPS di Indonesia; banyaknya Surat Suara yang tercoblos atas nama salah satu pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden; terjadinya Human Error atau System Error pada sistem Situng KPU yang menyebabkan peruntungan salah satu pasangan Calon dan kerugian  pada satu Pasangan Calon pada Pilpres 2019 di Indonesia; dan tentunyan kelemahan Sistem Manajemen di TPS, Pleno di Tingkat Kecamatan, yang akhirnya menyebabkan kelelahan Anggota KPPS dan menyebabkan 538 lebih Anggota KPPS meninggal dunia dan 3.000 petugas pemilu sakit di seluruh Indonesia.
“Kalau dengan bicara saja sudah tidak digubris, maka tinggal aksi turun ke jalan menjadi solusinya. Kalau kekuasaan pemerintah sudah tidak dikehendaki lagi masyarakat, maka people power menjadi sesuatu hal yang legal seperti di tahun 98, daripada terus membiarkan Kejahatan Demokrasi berlangsung. Kalau Pemilu ini Jurdil, rakyat tentunya tidak akan turun ke jalan,” urainya.