October 30, 2025

Tinggi Badan Jauh Lebih Pendek Dibanding Teman Sebaya, Kenali Gejala Sindrom Turner Pada Anak

Wanitaindonesianews.com, JAKARTA —
Sindrom Turner, kelainan kromosom yang hanya terjadi pada anak perempuan, masih jarang dikenal masyarakat Indonesia. Padahal, dengan deteksi dan penanganan sejak dini, anak dengan Sindrom Turner tetap bisa tumbuh sehat dan meraih masa depan yang cemerlang.

“Pasien saya yang memiliki riwayat Sindrom Turner pernah ada yang sampai kuliah kedokteran di luar negeri, ada juga yang tamat dari fakultas psikologi, hukum, dan lain-lain. Ini membuktikan bahwa dengan perawatan yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka dapat tumbuh optimal dan meraih masa depan yang gemilang. Jangan biarkan diagnosis terlambat menjadi penghalang bagi mereka,” tegas Prof. Dr. dr. Aman Pulungan, Sp.A(K), Ketua Yayasan Kesehatan Anak Global (YKAG) saat membuka webinar bertajuk ‘Kupas Tuntas Sindrom Turner: Deteksi, Perawatan, dan Dukungan’ yang digelar YKAG dan Turner Syndrome Society Indonesia.

Secara global, Sindrom Turner terjadi pada 1 dari 2.000 hingga 2.500 kelahiran hidup perempuan, namun data di Indonesia masih terbatas.

dr. Karina Sugih Arto, M.Ked(Ped), Sp.A(K) dalam paparannya menegaskan bahwa Sindrom Turner memiliki tanda-tanda di setiap tahap kehidupan. Namun, gejala yang paling mudah dikenali saat anak mulai besar adalah perawakan pendek.

“Perawakan pendek adalah tanda paling konsisten pada masa kanak-kanak. Kalau tinggi badan anak jauh lebih pendek dibanding teman sebayanya, jangan dianggap wajar dulu. Itu bisa jadi petunjuk penting Sindrom Turner,” tegas dr. Karina.

Selain itu, tanda lain yang bisa muncul:

-Saat dalam kandungan: pembengkakan di leher (higroma kistik).
-Saat lahir: tangan dan kaki bengkak, leher bersayap, garis rambut belakang rendah, kelainan jantung.
Masa anak: selain perawakan pendek, infeksi telinga berulang, gangguan kuku, langit-langit mulut tinggi dan sempit.
-Remaja-dewasa: gagal pubertas, tidak haid, payudara tidak berkembang, dan bisa infertilitas.

“Jangan sampai anak sudah remaja tapi pubertasnya tidak datang, baru dicurigai Turner. Tanda-tanda sebelumnya sudah terlihat kalau kita lebih awas,” tambah dr. Karina.

dr. Ismi Citra Ismail, Sp.A(K) melanjutkan pentingnya pendampingan anak Sindrom Turner untuk tidak melewatkan masa pubertas. Karena mayoritas mereka tidak mengalami pubertas spontan.

Ada lima langkah penting yang harus dijaga:

1. Pantau pertumbuhan dan usia tulang.
2. Siapkan mental anak.
3. Berikan terapi estrogen di usia 11-12 tahun.
4. Dampingi psikososial anak.
5. Bahas reproduksi dengan pendekatan sensitif.

“Pubertas adalah masa kritis, bukan sekadar fisik tapi juga soal kepercayaan diri dan kesehatan mental anak,” tegas dr. Ismi.

Melalui webinar ini, YKAG dan Turner Syndrome Society Indonesia mengajak seluruh pihak dapat meningkatkan kesadaran tenaga kesehatan dan publik dalam mengenali dan mendukung anak dengan Sindrom Turner.

“Anak Turner bisa jadi siapa saja. Dokter, psikolog, pengacara. Asal kita deteksi lebih cepat dan beri mereka kesempatan!,”tutup Prof. Aman.

Dewi's avatar

By Dewi

Related Post