WanitaIndonesianews.com,com,JAKARTA–Pada tahun 2025, burder line atau sekat antar bangsa negara Asean bakal terbuka lebar. Hal ini menandai berlakunya masyarakat ekonomi Asean, sehingga semua profesi termasuk perawat Indonesia siap bersaing dengan perawat asing.

 

Guna menghadapi persaingan yang sehat,  dibutuhkan  perawat Indonesia yang cerdas dan mumpuni.

Bahkan di masa depan, tidak saja cerdas, Indonesia juga membutuhkan perawar  terampil, berkarakter, adaptif dan sehat.

“Karena itu penting diperhatikan agar pendidikan keperawatan ke depan dapat diarahkan untuk menghasilkan perawat-perawat cerdas yang bisa mengikuti perkembangan zaman dan digitalisasi bidang kesehatan, ”  ungkap  Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir dalam  Webinar Perlindungan Hukum bagi Perawat yang digelar RS Premier Bintaro dalam rangkaian Peringatah Hari Perawat Internasional 2021, Minggu, 30/5.

Pada Webinar tersebut jugai menghadirkan pembicara yakni Desi Sasmiwati, Wakil Ketua bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik DPD PPNI Kota Tangsel sekaligus Perawat Praktisi RS Premier Bintaro, Rosedelima Simarmata, Director of Nursing RS Premier Bintaro, dan Gerardus Gegen, Ketua bidang Hukum dan Pemberdayaan Politik DPD PPNI Jakarta Timur.

Abdul Kadir menambahkan, perawat merupakan tenaga kesehatan yang sangat dibutuhkan. Pada sistem layanan kesehatan di rumah sakit, perawat adalah orang yang berinteraksi dengan pasien selama 24 jam.

Tak hanya tantangan dari dalam,  bahkan  berlakunya masyarakat ekonomi Asean tahun 2025, dimana dibukanya burder line atau sekat antar negara Asean sudah tidak ada lagi, maka perawat Indonesia harus bersiap dengan kemungkinan masuknya perawat asing dari negara lain.

“Yang jadi pertanyaan kita, apakah perawat kita mampu bersaing dengan mereka? Apakah nantinya kita jadi penonton di negara kita perawat kita mampu menjadi tuan di negeri sendiri, atau malah sebaliknya hanya menjadi penonton saja,” ujarnya sembari bertanya.

Guna menghadapi semua tantangan,  salah satu hal yang harus dilakukan adalah melihat bagaimana kapasitas perawat kita dari segi kompetensi, ketrampilan, kecerdasan, ilmu pengetahuan, karakter dan bahasa mempunyai level sama dengan perawat dari luar negeri.

Setiap Perawat Berhak Mendapat Perlindungan Hukum

“Pada saat pasar bebas Asean dibuka nantinya, hanya pemerintah daerah dan negara yang siap saja yang bisa berkompetisi. Oleh karena itu saya minta Ketua PPNI pusat untuk menyiapkan bagaimana perawat kita dimasa depan memiliki standar kompetensi dan pendidikan yang sama dengan perawat dari negara lain,” papar Abdul Kadir

Salah satu upaya yang dilakukan organisasi profesi  keperawatan adalah dengan melakukan revisi kurikulum.

“Hal ini sesuai permintaan dari BPSDM Kemenkes, kebetulan waktu itu saya menjabat sebagai Kepala BPSDM Kemenkes, meminta organisasi profesi keperawatan dan direktur Poltekes seluruh Indonesia untuk melakukan revisi kurikulum keperawatan secepatnya. Tujuannya agar kompetensi perawat Indonesia sama dengan kompetensi perawat yang ada di Filipina, Malaysia dan Singapura. Karena sampai sekarang Indonesia masih kesulitan untuk mengirimkan tenaga perawat ke negara lain, salah satu penyebabnya adalah kompetensi dan kurikulum perawat kita yang masih rendah levelnya dibanding perawat negara lain” urai Abdul Kadir.

Bersyukur, Undang-Undang nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan sudah diterbitkan pada Oktober 2014.

UU ini berisi sejumlah ketentuan perlindungan hukum terhadap perawat sekaligus meningkatkan mutu dan derajat kesehatan masyarakat, dan kepastian hukum kepada perawat .

“Oleh karena itu, dalam menjalankan kepengasuhan keperawatan di fasilitas layanan kesehatan entah itu rumah sakit, puskesmas, maupun klinik-klinik swasta, tenaga keperawatan berhak mendapatkan perlindungan hukum. Pada pasal 36 UU tersebut juga mencantumkan bahwa perawat dalam menjalankan praktik keperawatan berhak mendapatkan perlindungan hukum sepanjang menjalankan tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan peraturan perundangan yang ada, “lanjut Abdul Kadir.

Namun Abdul Kadir mengingatkan apabila ada perawat yang tidak punya surat praktik , atau perawat dengan level D3 tetapi menjalankan praktik keperawatan level lebih tinggi, atau ada perawat yang alih profesi, tentu mereka tidak berhak mendapatkan perlindungan hukum.

Group CEO Ramsay Sime Darby Health Care Raymond Chong pada pidato pembukanya menyampaikan apreasiasi dan penghargaan kepada para perawat.

Terutama mereka yang bekerja pada zona merah, melakukan skrining selama 18 bulan terakhir ini sejak terjadinya pandemi Covid-19.

“Saya sangat menghormati dan berempati pada tugas-tugas yang dilakukan oleh Anda, para perawat pasien Covid-19,” katanya.

Indonesia saat ini memiliki sekitar 350 ribu perawat di Indonesia. Ini merupakan group tenaga kesehatan dengan jumlah terbesar di Indonesia.

Meski jumlahnya besar tetapi jauh dari cukup untuk melayani negara dengan pulau yang sangat banyak dan jumlah penduduk lebih dari 260 juta jiwa. Kondisi tersebut masih ditambah lagi dengan kondisi tempat bekerja yang kurang baik.

“Oleh karena itu penting untuk memberikan perlindungan kepada komunitas perawat Indonesia. Meski Indonesia sendiri telah memiliki produk hukum berupa Permenkes untuk melindungi profesi perawat. Bagi saya pribadi, sebenarnya bukan persoalan perlindungan hukum. Hal yang jauh lebih panting, bagaimana sebagai sebuah organisasi, sebuah lembaga kesehatan, mampu memastikan bahwa lingkungan kerja yang kita miliki, aman bagi profesi perawat dan aman bagi semuanya,” tutup Raymond Chong.