GoHappyLive.com, JAKARTA- Baru-baru ini, tim peneliti asal Texas menemukan seekor penyu di wilayah Costa Rica tengah kesulitan bernafas akibat dihidungnya tersumbat oleh sebuah benda. Setelah ditarik dengan tang ternyata benda tersebut adalah sedotan plastic. Kejadian itu sempat menjadi perhatian Mentri Susi Pudjiastuti dan meminta masyarakat untuk semakin bijak dengan pengunaan produk plastic. ‘Stop penggunaan sedotan plastic. Menjadi sampah di laut dan menyakitkan kesayangan kita,’ begitu kicauan Susi di akun twitternya @SusiPudjiastuti, akhir pekan lalu.
 
Seiring dengan geliat industri food and beverage (F&B) yang pesat, menjadikan penggunaan plastik semakin popular. Namun, di balik manfaat penggunaan kemasan berbahan plastik ada ancaman yang mengintai kehidupan manusia di masa depan.
Ya besarnya volume sampah plastic yang dihasilkan manusia setiap harinya di seluruh dunia secara perlahan namun pasti, kerusakan lingkungan terjadi dimana-mana.
Jika sudah begini, setiap orang harus bijak dalam menggunakan plastik, termasuk pelaku usaha di bidang plasti turut ambil bagian menghasilkan plastic yang ramah lingkungan.
Selain itu, inovasi daur ulang dan plastik biodegradable (BDP) merupakan salah satu cara paling efektif untuk mengurangi limbah penggunaan plastik
Indonesian Plastic Recyclers (IPR) , sebuah asosiasi usaha yang mewadahi para pelaku usaha dibidang daur ulang plastic di Indonesia tidak tinggal diam dalam membantu pemerintah menciptakan ekosistem daur ulang plastic. Tujuannya tak lain agar menjadi circular economy yang berkelanjutan dan berdampak positif bagi lingkungan hidup.
Pada pameran Plastics & Rubber Indonesia 2018 yang berlangsung baru-baru ini JIExpo Kemayoran, Jakarta, IPR menggelar sebuah seminar internasional dengan mengusung tema ‘Moving Indonesia Plastic Recycling to the Next level’.
“Indonesia yang selalu disebut sebagai negara kedua pencemar sampah laut di dunia membuat prestasi tidak membanggakan. Untuk menuju Indonesia mendaur ulang dengan target nasional sebesar 30% pada tahun 2025 IPR akan mendukung pemerintah maupun semua stakeholder untuk meningkatkan tingkat daur ulang plastic di Indonesia,” kata Ahmad Nuzuludin, Business Development Director IPR.
Nuzuludin menambahkan dengan didukung oleh peralatan yang mumpuni ke depan industri daur ulang harus menjadi tulang punggung perekonomian.
Dalam acara pameran untuk industri pengolahan plastik dan karet sekaligus bersamaan dengan Drinktech Indonesia, Plaspak Indonesia, dan Mould & Die Indonesia, IPR turut menampilkan berbagai jenis plastic daur ulang, Peta Hulu hilir industri daur ulang plastic dan latar belakang terjadinya industri ini di Indonesia.
Pada kesempatan tersebut IPR juga memamerkan sebuah rumah daur ulang plastic yang berada di Hall C3-582, sekaligus beberapa informasi terkini seputar industri daur ulang.
Sekitar lebih dari 500 perusahaan dan lebih dari 20 negara ikut berpartisipasi dalam pameran internasional yang sudah memasuki tahun ke-31 ini, yang ditargetkan akan mendatangkan lebih dari 13,000 buyers dan profesional.
Turut hadir membuka acara, Direktur Industri Kimia Hilir dari Kementerian Perindustrian Indonesia, H.E. Taufik Bawazier.
 

Plastics & Rubber Indonesia 2018 memamerkan aneka peralatan mesin pembuat kemasan plastik (foto:dewi, fixabay)

 
 
“Pengemasan berperan sangat penting dalam membangun industri makanan dan minuman. Karenanya, kami menghubungkan ratusan profesional di industri plastik dan karet demi mewujudkan kemasan yang berkelanjutan, melalui pengembangan material dan inovasi proses,” ujar Wiwiek Roberto, Project Director Pamerindo Indonesia, selaku penyelenggara pameran.
Henky Wibawa, Direktur Eksekutif Federasi Pengemasan Indonesia (IPF) menambahkan retailers tidak mungkin menghilangkan plastik dari proses bisnisnya, apalagi kemasan sangat penting untuk menjaga produk tetap aman dikonsumsi.
“Yang perlu ditingkatkan adalah bagaimana berinovasi secara berkelanjutan, lewat penggunaan plastik, pengelolaan limbah, dan alternative plastik ramah lingkungan,“ kata Hengky.
Hengky juga meluruskan penyebutan food grade pada kemasan plastic  yang dinilainya tidak pas.
“Food grade pengertiannya menjadi bahwa kemasan itu bisa dimakan. Jadi seharusnya penyebutannya adalah kemasan yang layak untuk makanan, minuman dan obat-obatan,” paparnya.
Sementara itu Ketua Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), Triyono Prijosoesilo mengatakan tantangan terbesar yang dihadapi industri pengemasan adalah menciptakan kemasan ramah lingkungan dalam menghadapi global sustainability dan limbah plastik.
Karena itu dibutuhkan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja, sehingga industri ini dapat terus maju mengikuti inovasi dan metode pengemasan cerdas.
Berdasarkan riset dari worldwide authority di bidang kemasan, Smithers Pira, ada beberapa teknologi yang dibutuhkan untuk mewujudkan metode pengemasan yang berkelanjutan, di antaranya bahan baku inovatif, barriers materials atau kombinasi multilayer plastik yang fleksibel, hingga metode penyortiran dengan Near Infrared (NIR).