WanitaIndonesianews.com, JAKARTA— Dalam rangka pencegahan
kemubaziran pangan sekaligus mengurangi kelaparan pada masyarakat
yang membutuhkan, Foodbank of Indonesia (FOI) atau Bank Pangan Indonesia terus menjalin kerjasama dengan berbagai mitra.

 

 

Sejak tahun 2018 hingga 2021, sebesar 2.457 ton makanan telah dikelola dan disalurkan
FOI untuk membantu masyarakat.

Berdasarkan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), diketahui bahwa pada tahun 2021, sebesar 8,03 juta ton makanan terbuang ke tempat sampah yang berdampak pada percepatan panas bumi dan hilangnya kesempatan bagi 61-125 juta orang untuk mendapatkan akses pada pangan.

Di Jakarta sendiri, timbulan kemubaziran pangan di Tahun 2020 mencapai 1,4 juta ton (SIPSN, 2021).

Menurut pendiri FOI, M Hendro Utomo, kolaborasi semua pihak sangat dibutuhkan untuk
mengatasi persoalan kemubaziran pangan.

“Hari ini bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, JNE, Superindo, Pasar Tradisional, kita bergerak bersama untuk menekan kemubaziran makanan dan memanfaatkannya untuk memerangi kelaparan sekaligus melestarikan bumi,” ungkap Hendro.

Makanan yang terbuang dan kemudian tertimbun di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan
melepaskan gas metan (CH4) ke lingkungan. Gas metana ini merupakan emisi gas rumah
kaca 25 kali lebih ganas dari karbondioksida (CO2), yang berkontribusi mempercepat
pemanasan global.

Sedangkan, saat ini krisis iklim sudah didepan mata. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 98 persen frekuensi kejadian bencana di Indonesia dalam 10 tahun terakhir berupa bencana hidrometeorologi sebagai dampak dari perubahan iklim, didukung kondisi geografis Indonesia sebagai negara dengan bentuk kepulauan yang menyebabkan menjadi lebih rentan terhadap dampaknya.

Perubahan iklim menjadi tantangan multidisiplin paling serius, kompleks, dan dilematis yang
dihadapi oleh masyarakat global pada awal abad ke-21, bahkan diperkirakan hingga abad
ke-22.

Disisi lain, masyarakat Indonesia masih banyak yang mengalami kelaparan dan malnutrisi.
Berdasarkan data Indeks Kelaparan Global Tahun 2021, Indonesia menghadapi masalah
kelaparan di level moderat dengan skor GHI (Global Hunger Index) sebesar 19,1.

Didukung dengan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, sebanyak 7,1% balita
mengalami gizi kurang (wasted), 17,0% balita mengalami BB kurang (underweight), dan 24,4% mengalami tengkes (stunting).Hasil survey FOI pada Agustus 2020 di 14 kota menemukan bahwa 27% anak pergi ke sekolah dengan perut kosong hingga siang hari.

Bahkan khusus untuk wilayah padat penduduk seperti DKI Jakarta, angkanya dapat mencapai 40-50%. Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia masih banyak ditemukan kelompok masyarakat rentan yang kebutuhan pangannya tidak terpenuhi.

Foodbank of Indonesia (FOI) sebagai lembaga bank makanan bergerak di akar rumput,
membantu lebih dari 40.422 anak-anak melalui 1.044 lembaga PAUD, SD, dan Posyandu.
FOI juga bergerak menolong lansia, ibu hamil, ibu menyusui serta daerah yang tertimpa
bencana. Pergerakan ini dilakukan FOI secara kolaboratif bersama dengan berbagai pihak,
seperti PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), yang turut membantu menjangkau lebih
banyak penerima manfaat.

“Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan dan peraturan untuk menekan kemubaziran pangan, serta melindungi dan mendorong pihak yang berbuat baik dan mendermakan pangan yang berlebih, agar kita bersama dapat menekan kenaikan suhu bumi dan memerangi kelaparan.”lanjut Hendro.

Sementara itu, Suharini Eliawati, Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, Dan Pertanian Pemprov DKI Jakarta.PD Pasar Jaya mengatakan pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendukung upaya pencegahan kemubaziran pangan ini.

“Kita sudah merumuskan kebijakan berupa PERGUB untuk mengatur pemanfaatan makanan berlebih menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain” ungkap Suharini.

Perumda Pasar Jaya mengapresiasi pedagang Pasar Tebet Timur yang mulai memberikan makanan berlebih tidak terjual untuk didonasikan.

“Hal ini bisa menjadi contoh untuk pasar lainnya karena pasar tradisional DKI 90% nya adalah pasar basah yang left overnya cukup banyak, sehingga ketika pedagang sudah ada kesadaran untuk tidak menjadikan sampah ini merupakan hal baik,” tambah Arief Nasrudin, Direktur Utama Perumda PD Pasar Jaya.

Pihak swasta atau dunia bisnis juga berperan penting dalam upaya mengurangi
kemubaziran pangan dan memerangi kelaparan. Sejak Tahun 2018, FOI berkolaborasi dengan PT Lion Superindo sebagai perusahaan ritel dan PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE) sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang pengiriman dan logistik dalam mengurangi kemubaziran pangan.

“Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 8,34% penduduk Indonesia Kekurangan Pangan pada 2020. Jumlah ini meningkat 0,71% dari tahun sebelumnya. Sehingga, kalau makan jangan tersisa karena diluar sana masih banyak yang tersiksa karena kekurangan makanan,” tutur Mohammad Feriadi, Direktur Utama PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE).

Selama lebih dari 4 tahun, PT Lion Superindo telah mempraktekan pencegahan kemubaziran pangan dengan mendonasikan makanan berlebih kepada FOI untuk mengurangi kelaparan dan menekan krisis iklim dan akan terus berkomitmen untuk mencapai bisnis berkelanjutan yang bertanggung jawab.

” Kami memiliki program #Zerotolandfill sebagai salah satu implementasi dari bisnis berkelanjutan yang dikhususkan dalam manajemen sampah organik yang bisa memberikan nilai dan manfaat bagi masyarakat. Kerjasama Super Indo dengan Foodbank of Indonesia telah berjalan dari tahun 2018 dimana kami mendonasikan makanan yang sudah tidak layak jual di gerai namun masih layak dikonsumsi untuk kemudian dijadikan bahan pangan di dapur pangan Foodbank of Indonesia. Dari tahun 2018 hingga 2021, kami telah berhasil menyelamatkan dan mendonasikan kurang lebih 558 ton. Tentunya tidak akan berhenti sampai di sini, kami akan berjalan bersama FOI untuk terus memberikan akses pangan yang baik dan layak bagi masyarakat yang membutuhkan,” ujar Yuvlinda Susanta,General Manager of Corporate Affairs & Sustainability PT Lion Super Indo